"Hai manusia, sesungguhnya Kami menjadikan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang wanita, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
saling mengenal. Sesungguhnya orang mulia di antara kamu di sisi Allah adalah
orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha
Mengenal." (Q.S. Al-Hujuraat [49]:13).
AJARAN Islam tentang kasih sayang
telah lama di kumandangkannya dengan sempurna dan indah. Namun, kebanyakan dari
manusia tidak menyadari apa arti sesungguhnya dari kasih sayang itu sendiri,
sehingga dapat terhenti dan menyimpang dari aturan-aturan yang telah di
firmankan oleh Allah SWT dan sabda-sabda Rasul-Nya.
Sebagaimana syair
yang mengatakan, "mawaddatuhu taduumu likulli haulin, wa hal kullun mawaddatuhu
taduumu", kasih sayangnya (manusia) selalu kekal untuk segala hal yang
menakutkan, dan apakah setiap orang itu kasih sayangnya selalu kekal.
(Jawaahirul Balaaghah:407). Hal ini karena tidak diniatkan semata karena Allah
yang tidak dijadikan sebagai ladang amal bahkan hanya untuk memperoleh
keuntungan dan kesenangan duniawi saja.
Makna kasih sayang tidaklah
berujung, sedangkan rasa kasih sayang adalah sebuah fitrah yang mesti
direalisasikan terhadap sesama sepanjang kehidupan di dunia ini ada, tentunya
dalam koridor-koridor Islam. Ini berarti bahwa Islam tidak mengenal waktu,
jarak, dan tempat akan sebuah kasih sayang baik terhadap teman, sahabat,
kerabat, dan keluarganya sendiri. Rasulullah saw. bersabda, "Man laa
yarhaminnaasa laa yarhamhullaah" Barang siapa tidak menyayangi manusia, Allah
tidak akan menyayanginya. (H.R. Turmudzi).
Dalam hadis tersebut kasih
sayang seorang Muslim tidaklah terhadap saudara se-Muslim saja, tapi untuk semua
umat manusia. Rasulullah saw. bersabda, "Sekali-kali tidaklah kalian beriman
sebelum kalian mengasihi." Wahai Rasulullah, "Semua kami pengasih," jawab
mereka. Berkata Rasulullah, "Kasih sayang itu tidak terbatas pada kasih sayang
salah seorang di antara kalian kepada sahabatnya (mukmin), tetapi bersifat umum
(untuk seluruh umat manusia)." (H.R. Ath-Thabrani).
Bahkan, bukan hanya
kepada manusia saja ajaran Islam yang tinggi ini telah mengajarkan bagaimana
kasih sayang terhadap hewan dan tumbuhan yang harus direalisasikan. Abu Bakar
Shiddiq r.a. pernah berpesan kepada pasukan Usamah bin Zaid, "Janganlah kalian
bunuh perempuan, orang tua, dan anak-anak kecil. Jangan pula kalian kebiri
pohon-pohon kurma, dan janganlah kalian tebang pepohonan yang berbuah. Jika
kalian menjumpai orang-orang yang tidak berdaya, biarkanlah mereka, jangan
kalian ganggu." Sebuah nasihat ini walau dalam keadaan untuk perang, ajaran
Islam tetap memancarkan kasih sayangnya terhadap manusia, hewan, dan
tumbuhan.
Sebuah kisah lain yang menarik ketika Amr bin Ash menaklukkan
kota Mesir, saat itu datanglah seekor burung merpati di atas kemahnya. Melihat
kejadian ini, kemudian Amr bin Ash membuat sangkar untuk merpati tersebut di
atas kemahnya. Tatkala ia mau meninggalkan perkemahannya, burung dan sangkar
tersebut masih ada. Ia pun tidak mau mengganggunya dan dibiarkan burung merpati
itu hidup bersama sangkar yang ia buat. Maka kota itu dijuluki sebagai kota
fasthath (kemah).
Jelaslah bahwa ajaran Islam sangat menjunjung tinggi
akan kasih sayang. Kita perlu mencontoh teladan Nabi saw. dan para sahabatnya
yang benar-benar merealisasikan makna kasih sayang yang tanpa batas itu,
tentunya untuk mencapai keridaan Allah semata yang bukan untuk mencari
kesenangan dunia. Maka memang pantas bahwa Islam dikatakan sebagai agama
rahmatan lil 'alamiin.
Sifat kasih sayang adalah termasuk akhlak yang
mulia yang dicintai Allah. Sebaliknya Allah sangat membenci akhlak yang rendah.
Di antaranya kepada orang-orang yang tidak memiliki rasa belas kasih sayang.
Ditegaskan hadis Rasulullah saw., Laa tunza'ur rahmatu illaa min syaqiyyin. Rasa
kasih sayang tidaklah dicabut melainkan hanya dari orang-orang yang celaka.
(H.R. Ibn. Hibban). Yang dimaksud dengan orang celaka adalah orang yang tidak
memiliki rasa kasih sayang di dalam hatinya baik untuk dirinya maupun orang
lain.
Di sinilah perlunya kita bermuhasabah, bertafakur, apakah diri ini
sudah benar menjalani hidup. Bagaimana kita mengasihi dan menyayangi ciptaan
Allah sebagai akhlak yang mulia. "Sesungguhnya Allah SWT Maha Pemurah, Dia
mencintai sifat pemurah, dan Dia mencintai akhlak yang mulia serta membenci
akhlak yang rendah." (H.R. Na'im melalui Ibnu Abbas r.a.).
Cinta
kepada Allah
Di antara manusia banyak yang cinta dan mencintai Allah,
tapi lebih banyak yang mencintai dunia. Mencintai Allah adalah fardu bagi kaum
Muslimin dan Muslimat yang bukan sekadar dikata saja. Dan jika kita benar-benar
mencintai Allah secara kesungguhan hati, maka proses "rasa kasih sayang" untuk
makhluk ciptaan-Nya akan terbentuk dalam hati kita. Selain itu, jati diri kita
sebagai seorang Muslim akan tampak lebih kokoh serta mampu menjalani
syariat-syariat Islam yang diridai dan di berkahi oleh Allah SWT.
Cinta
kepada Allah adalah hal yang utama, sebagai jalan untuk memperoleh kebaikan
dunia dan akhirat dengan melaksanakan perintah-Nya, menjauhi
larangan-larangan-Nya. Cinta kepada Allah hendaklah melebihi cinta kepada segala
yang maujud yang selain Allah. Mencintai Allah berarti juga mencintai Rasul-Nya,
yakni mengikuti segala petunjuk Rasul dengan sepenuh-penuhnya. Firman Allah SWT,
"Katakanlah (hai Muhammad), 'Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah
aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.' Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang." (Q.S. Ali Imran [3]:31). Ketahuilah, kehidupan akhirat
adalah kehidupan yang lebih baik dan kekal. Wallahu a'lam bishshawab.
Oleh : MARSUDI FITRO WIBOWO
0 komentar:
Posting Komentar
jika ada kritik maupun saran harap menggunakan bahasa yang sopan dan bersifat membanggun, terimakasih