ANJURAN MENCARI ILMU, BELAJAR DAN MENGAJARKANNYA SERTA KEUTAMAAN ILMU, ORANG
‘ALIM DAN ORANG YANG BELAJAR
Rosulullah Saw bersabda, “Apabila Allah
menghendaki kebaikan kepada seseorang, maka Dia akan memberikan kepahaman agama
kepadanya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Rosulullah Saw bersabda, “Mencari
ilmu itu wajib bagi setiap muslim, dan orang yang meletakkan ilmu pada selain
yang ahlinya bagaikan menggantungkan permata mutiara dan emas pada babi hutan."
(HR. Ibnu Majah dan lainnya)
Mencari ilmu itu wajib bagi setiap orang
Islam, pria maupun wanita. Kewajibannya tidak terbatas pada masa remaja, tetapi
sampai tua pun kewajiban mencari ilmu tidak pernah berhenti.
Dalam kitab
“Ta’limul Muta’allim" disebutkan bahwa ilmu yang wajib dituntut terlebih dahulu
adalah “ilmu Haal" yaitu ilmu yang seketika itu pasti digunakan dan diamalkan
bagi setiap orang yang sudah baligh. Seperti ilmu Tauhid dan ilmu Fiqih. Di
dalam ilmu Tauhid yang harus dipelajari dahulu mengenal ke-Esaan Allah serta
sifat-sifat-Nya yang wajib dan muhal, kepercayaan kepada malaikat, kitab-kitab
Allah, para Rosul, hari kiamat dan takdir dan buruk adalah dari Allah. Kemudian
di dalam ilmu Fiqih yang harus dipelajari berkisar tentang Ubudiyyah dan
Muamalah.
Apabila dua bidang ilmu itu telah dikuasai, baru mempelajari
ilmu-ilmu lainnya, misalnya ilmu kedokteran, dan ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi
manusia.
Kadang-kadang orang lupa dalam mendidik anaknya, sehingga lebih
mengutamakan ilmu-ilmu umum daripada ilmu agama. Maka anak menjadi orang yang
buta agama dan menyepelekan kewajiban-kewajiban agamanya. Dalam hal ini orang
tua perlu sekali memberikan bekal ilmu keagamaan sebelum anaknya mempelajari
ilmu-ilmu umum yang beraneka ragam macamnya.
Rosulullah Saw bersabda,
“Terhadap orang yang mencari ilmu, malaikat membentangkan sayap-sayapnya
untuknya karena rela terhadap apa yang dicari." (HR. Ibnu
Asakir)
Rosulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang kedatangan ajal,
sedang ia masih menuntut ilmu, maka ia akan bertemu dengan Allah di mana tidak
ada jarak antara dia dan antara para nabi kecuali satu derajat kenabian." (HR.
Thabrani)
Mencari ilmu adalah amal yang mulia dan terpuji. Khususnya ilmu
agama Islam. Sebab, dengan menekuni ilmu-ilmu agama, berarti dia telah merintis
jalan untuk mencari ridho Allah. Dengan ilmu itu ia dapat menghindari
larangan-larangan Allah dan menjalankan perintah-Nya. Karena itulah para
malaikat selalu melindungi orang-orang yang sedang menuntut ilmu. Dan kelak di
hadapan Allah mereka mendapat kemuliaan yang hanya terpaut satu derajat dengan
para nabi.
Rosulullah Saw bersabda, “Dunia itu dilaknat, dan dilaknat
pula apa yang ada di dalamnya kecuali zikir (ingat) kepada Allah beserta apa-apa
yang mengikutinya, orang ‘alim dan orang yang belajar." (HR.
Turmudzi)
Rosulullah Saw bersabda, “Sedekah yang paling utama adalah
orang Islam yang belajar suatu ilmu kemudian diajarkan ilmu itu kepada orang
lain." (HR. Ibnu Majah)
Dunia beserta isinya dilaknat oleh Allah kecuali
zikir kepada-Nya dan amalan-amalan yang bisa membuat orang ingat kepada-Nya,
orang yang berilmu dan orang yang menuntut ilmu. Lebih utama lagi orang yang mau
menuntut ilmu kemudian ilmu itu diajarkan kepada orang lain. Inilah sedekah yang
paling utama dibanding sedekah harta benda. Mengapa demikian? Karena mengajarkan
ilmu, khususnya ilmu agama, berarti menanam amal yang muta’addi (dapat
berkembang) yang manfaatnya bukan hanya dikenyam orang yang diajarkan itu
sendiri, tetapi dapat dinikmati orang lain.
Rosulullah Saw bersabda,
“Ilmu itu lebih utama dari pada ibadah, sedang sebaik- baik agama adalah sifat
waro'" (HR. Thabrani)
Waro' ialah menjauhkan diri dari dosa, barang
syubhat dan maksiat. Sedang barang syubhat ialah barang yang masih diragukan
halal dan haramnya. Hanya orang-orang yang berilmulah kiranya yang dapat
menjalankan ibadah dengan baik dan sempurna serta berlaku waro' dalam segala
perilakunya.
Abi Umamah berkata, “Ditunjukkan kepada Rosulullah Saw dua
orang laki-laki, salah satu dari keduanya ahli ibadah sedang yang lain orang
‘alim." Maka Rosulullah Saw bersabda, “Keutamaan orang ‘alim dibanding dengan
orang ahli ibadah seperti keutamaanku terhadap orang yang paling rendah dari
kalian. Rosulullah melanjutkan, “Sesungguhnya Allah, malaikat-Nya serta penghuni
langit dan bumi hingga semut yang ada di liangnya sampai kepada jenis ikan,
semuanya mendo’akan orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia." (HR.
Thurmuzdi)
Yang dimaksud orang ‘alim, adalah orang ‘alim yang mau
mengamalkan ilmunya, sedang orang yang ahli ibadah, adalah orang yang tekun
beribadah tetapi bodoh, jadi orang ‘alim yang mengamalkan ilmunya itu lebih
utama dari pada orang bodoh yang ahli ibadah.
Rosulullah Saw bersabda,
“Allah tidaklah disembah dengan sesuatu yang lebih utama dari pada kepahaman
agama. Dan sungguh satu orang yang paham dalam agama itu lebih berat bagi setan
dari pada seribu orang ahli ibadah. Dan setiap sesuatu itu ada tiangnya, sedang
tiangnya agama ini adalah fiqih (paham)." (HR. Daruquthni)
Diceritakan
bahwa pada suatu hari Rosulullah Saw datang ke masjid. Di muka pintu masjid itu
beliau melihat setan yang ragu ragu akan masuk. Lalu beliau menegurnya, “Hai
setan, apa yang sedang kamu kerjakan di sini?"
Maka setan menjawab,
“Saya akan masuk masjid untuk menggaggu orang yang sedang sholat. Tetapi aku
takut kepada orang lelaki yang sedang tidur.
Segera baliau menjawab, “Hai
Iblis, mengapa kamu tidak takut kepada orang yang sedang sholat menghadap
Tuhannya, tetapi justru takut kepada orang yang sedang tidur?"
Setan
menjawab, “Betul, sebab orang yang sedang sholat itu bodoh sehingga
mengganggunya lebih mudah. Sebaliknya orang yang sedang tidur itu adalah orang
‘alim, hingga saya kuatir seandainya saya ganggu orang yang sedang sholat itu,
maka orang ‘alim itu terbangun dan segera membetulkan sholatnya."
Sebab
peristiwa itu maka Rosulullah Saw bersabda, “Tidurnya orang ‘alim lebih baik
dari pada ibadahnya orang bodoh." Demikian disebutkan dalam kitab “Minhajul
Muta’allimin".
Rosulullah Saw bersabda, “Apabila kamu lewat pada kebun
surga, maka bersenang-senanglah kalian. Sahabat bertanya, “Wahai Rosulullah,
apakah kebun surga itu?" Beliau menjawab, “yaitu tempat-tempat ilmu." (HR.
Thabrani)
Setiap majlis yang di situ merupakan tempat untuk membahas,
menekuni, dan memperkembangkan ilmu, khususnya ilmu agama, maka majlis itu
bagaikan kebun surga yang penuh kenikmatan. Setiap kalimat yang didengar
nilainya sama dengan satu kebajikan. Berapa kebajikan yang diperoleh selama
dalam majlis itu, tinggal menghitung berapa kalimat yang telah didengar. Dan
setiap kebajikan itu kelak pasti dibalas dengan kenikmatan di
surga.
Narasumber: Kitab “At-Targhiib Wat-Tarhiib"
0 komentar:
Posting Komentar
jika ada kritik maupun saran harap menggunakan bahasa yang sopan dan bersifat membanggun, terimakasih