Selasa, 17 Juli 2012

Bangga, Tenteram Dengan Islam

Posted by wedhuskula On 23.23 No comments
Nama saya Joko Kusumo P. Lahir di Solo 06 Juni 1941. Saya pernah berkeluarga dengan 4 (empat) orang anak dan seorang istri. Tapi, karena perbedaan akidah kemudian saya cerai darinya. Kini, saya  telah menikah kembali dengan seorang hajah dari daerah Bandung. Daerah itulah yang kini menjadi tempat tinggal kami sekarang,

Sebelum masuk Islam, saya adalah seorang pemuka agama lain. Bahkan, saya sempat menjadi pimpinan sebuah rumah peribadatan perwakilan Amerika di Bandung. Rasa ketertarikan pada Islam telah saya rasakan oleh sejak lama. Hal itu bermula ketika saya harus mengawinkan anak saya dengan isterinya yang beragama Islam. Ketika itu, saya merasakan kesedhan yang amat sangat. Bagaimana tidak, seorang bapak tidak boleh menjadi wali anaknya sendiri disebabkan beda agama.

Rasa sedih itu terus terbawa dalam kehidupan saya, sampai suatu hari saya berikrar kepada salah satu anak saya, apabila dia menikah saya yang akan menjadi walinya (kebetulan anak saya "berhubungan " dengan seorang aktivis keagamaan di kampusnya ). Ikrar tersebut merupakan salah satu dorongan semangat bagi saya untuk terus mempelajari agama Islam, dan saya kira, itu salah satu "pangilan" Allah buat saya. Dalam kehidupan manusia, wajar apabila seseorang mengalami masa  transisi, apalagi dalam hal keyakinan (agama). Demikian pula yang terjadi pada saya. Pada masa ini, saya mencoba merenungkan dan mempelajari kembali keyakinan yang pada waktu itu saya anut, dan agama yang akan saya yakini (Islam). Untuk memuaskan rasa penasaran saya terhadap Islam, saya mengikuti beberapa kali pengajian di salah satu pesantren filial Daarussalaam Gontor.

Setelah mengikuti beberapa pengajian di pesantren tersebut, sayamenjadi sangat yakin bahwa agama yang paling benar menurut saya adalah agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Karena itu, sekitar bulan September 1996, saya mengucapakan dua kalimat syahadat di pesantren itu.

Pada bulan Januari 1997, anak saya menikah dengan seorang Muslim. Alhamdullilah, janji saya bisa menjadi wali pada saat anak saya menikah terpenuhi. Terselip rasa haru dan bangga dalam hati.

Setelah masuk Islam, saya merasakan kebanggan, ketentraman, dan kesehatan yang di berikan Allah Swt. Tapi, kemudian ujian datang menghadang. Setelah beberapa waktu menjadi seorang Muslim, salah seorang anak menderita penyakit ginjal, dan di haruskan terapi cuci darah 2x dalam seminggu. Saya diberitahu dokter bahwa terapi anak saya harus 3x seminggu. Tapi, setelah bicara dengan dokter tersebut, saya mengambil kesimpulan bahwa penyakit ginjal anak saya tidak akan sembuh dengan cuci darah.

Rasa kasihan terhadap orangtua timbul pada diri anak saya. Ia meminta untuk tidak melakukan terapi lagi baginya karena hanya akan buang-buang biaya. Akhirnya, ia pun harus meninggalkan kami semua.

Ada sebuah kejadian memngharukan yang belum pernah saya lihat dan alami ketika anak saya akan meninggal. Dengan tuntunan saya, ia mengucapkan istigfhar, dua kalimat syahadat, dan Allahu Akbar. Setelah itu, dia pun menghembuskan nafas terakhir tepat di pangkuan saya.

Wajahnya terlihat senyum. Tak terlihat ada rasa nyeri di wajahnya. Padahal, waktu menjadi pemimpin agama sebelumnya, saya sering melihat seseorang yang sekarat dengan wajah yang kelihatan menahan sakit yang tiada tara). Kejadian tersebut menambah keyakinan saya terhadap agama yang baru saya anut: Islam.

(Andri Irawan/MQ)
Sumber: www.MQMedia.com

0 komentar:

Posting Komentar

jika ada kritik maupun saran harap menggunakan bahasa yang sopan dan bersifat membanggun, terimakasih

Site search

    Categories

    Text Widget

    More Text