Selasa, 31 Juli 2012

Indahnya Menahan Amarah

Posted by wedhuskula On 22.46 No comments

"Siapa yang menahan marah, padahal ia dapat memuaskan pelampiasannya, maka kelak pada hari kiamat, Allah akan memanggilnya di depan sekalian makhluk. Kemudian, disuruhnya memilih bidadari sekehendaknya." (HR. Abu Dawud - At-Tirmidzi)

Tingkat keteguhan seseorang dalam menghadapi kesulitan hidup memang berbeda-beda. Ada yang mampu menghadapi persoalan yang sedemikian sulit dengan perasaan tenang. Namun, ada pula orang yang menghadapi persoalan kecil saja ditanggapinya dengan begitu berat. Semuanya bergantung pada kekuatan ma'nawiyah (keimananan) seseorang.

Pada dasarnya, tabiat manusia yang beragam: keras dan tenang, cepat dan lambat, bersih dan kotor, berhubungan erat dengan keteguhan dan kesabarannya saat berinteraksi dengan orang lain. Orang yang memiliki keteguhan iman akan menyelusuri lorong-lorong hati orang lain dengan respon pemaaf, tenang,dan lapang dada.

Adakalanya, kita bisa merasa begitu marah dengan seseorang yang menghina diri kita. Kemarahan kita begitu memuncak seolah jiwa kita terlempar dari kesadaran. Kita begitu merasa tidak mampu menerima penghinaan itu. Kecuali, dengan marah atau bahkan dengan cara menumpahkan darah. Na'udzubillah.

Menurut riwayat, ada seorang Badwi datang menghadap Nabi saw. Dengan maksud ingin meminta sesuatu pada beliau. Beliau memberinya, lalu bersabda, "Aku berbuat baik padamu." Badwi itu berkata, "Pemberianmu tidak bagus." Para sahabat merasa tersinggung, lalu ngerumuninya dengan kemarahan. Namun, Nabi memberi isyarat agar mereka bersabar.

Kemudian, Nabi saw. pulang ke rumah. Nabi kembali dengan membawa Barang tambahan untuk diberikan ke Badwi. Nabi bersabda pada Badwi itu, "Aku berbuat baik padamu?" Badwi itu berkata, "Ya, semoga Allah membalas kebaikan Tuan, keluarga dan kerabat."

Keesokan harinya, Rasulullah saw. bersabda kepada para sahabat, "Nah,kalau pada waktu Badwi itu berkata yang sekasar engkau dengar, kemudian engkau tidak bersabar lalu membunuhnya. Maka, ia pasti masuk neraka. Namun, karena saya bina dengan baik, maka ia selamat."

Beberapa hari setelah itu, si Badwi mau diperintah untuk melaksanakan tugas penting yang berat sekalipun. Dia juga turut dalam medan jihad dan melaksanakan tugasnya dengan taat dan ridha.

Rasulullah saw memberikan contoh kepada kita tentang berlapang dada. Ia tidak panik menghadapi kekasaran seorang Badwi yang memang demikianlah karakternya. Kalau pun saat itu, dilakukan hukuman terhadap si Badwi, tentu hal itu bukan kezhaliman. Namun, Rasulullah saw. tidak berbuat demikian.

Beliau tetap sabar menghadapinya dan memberikan sikap yang ramah dan Lemah lembut. Pada saat itulah, beliau saw. ingin menunjukkan pada kita bahwa kesabaran dan lapang dada lebih tinggi nilainya daripada harta benda apa pun. Harta, saat itu, ibarat sampah yang bertumpuk yang dipakai untuk suguhan unta yang ngamuk. Tentu saja,unta yang telah mendapatkan kebutuhannya akan dengan mudah dapat dijinakkan dan bisa digunakan untuk menempuh perjalan jauh.

Adakalanya, Rasulullah saw. juga marah. Namun, marahnya tidak melampaui batas kemuliaan. Itu pun ia lakukan bukan karena masalah pribadi melainkan karena kehormatan agama Allah. Rasulullah saw. bersabda, "Memaki-maki orang muslim adalah fasik (dosa), dan memeranginya adalah kufur (keluar dari Islam)." (HR.Bukhari) Sabdanya pula, "Bukanlah seorang mukmin yang suka mencela, pengutuk, kata-katanya keji dan kotor." (HR. Turmudzi)

Seorang yang mampu mengendalikan nafsu ketika marahnya berontak, dan mampu menahan diri di kala mendapat ejekan, maka orang seperti inilah yang diharapkan menghasilkan kebaikan dan kebajikan bagi dirinya maupun masyarakatnya.

Seorang Hakim yang tidak mampu menahan marahnya, tidak akan mampu memutuskan perkara dengan adil. Dan, seorang pemimpin yang mudah tersulut nafsu marahnya, tidak akan mampu memberikan jalan keluar bagi rakyatnya. Justru, ia akan senantiasa memunculkan permusuhan di masyarakatnya. Begitu pun pasangan suami-isteri yang tidak memiliki ketenangan jiwa. Ia tidak akan mampu melayarkan laju bahtera hidupnya. Karena, masing-masing tidak mampu memejamkan mata atas kesalahan kecil pasangannya.

Bagi orang yang imannya telah tumbuh dengan suburnya dalam dadanya. Maka, tumbuh pula sifat-sifat jiwa besarnya. Subur pula rasa kesadarannya dan kemurahan hatinya. Kesabarannya pun bertambah besar dalam menghadapi sesuatu masalah. Tidak mudah memarahi seseorang yang bersalah dengan begitu saja, sekalipun telah menjadi haknya.

Orang yang demikian, akan mampu menguasai dirinya, menahan amarahnya, mengekang lidahnya dari pembicaraan yang tidak patut. Wajib baginya, melatih diri dengan cara membersihkan dirinya dari penyakit-penyakit hati. Seperti, ujub dan takabur, riya, sum'ah, dusta, pengadu domba dan lain sebagainya.

Dan menyertainya dengan amalan-amalan ibadah dan ketaatan kepada Allah, demi meningkatkan derajat yang tinggi di sisi Allah swt. Dari Abdullah bin Shamit, Rasulullah saw. bersabda, "Apakah tiada lebih baik saya Beritahukan tentang sesuatu yang dengannya Allah meninggikan gedung-gedung dan mengangkat derajat seseorang?" Para sahabat menjawab, "Baik, ya Rasulullah." Rasulullah saw bersabda, "Berlapang dadalah kamu terhadap orang yang membodohi kamu. Engkau suka memberi maaf kepada orang yang telah menganiaya kamu. Engkau suka memberi kepada orang yang tidak pernah memberikan sesuatu kepadamu. Dan, engkau mau bersilaturahim kepada orang yang telah memutuskan hubungan dengan engkau." (HR. Thabrani)

Sabdanya pula, "Bahwasanya seorang hamba apabila mengutuk kepada sesuatu, naiklah kutukan itu ke langit. Lalu, dikunci pintu langit-langit itu buatnya. Kemudian, turunlah kutukan itu ke bumi, lalu dikunci pula pintu-pintu bumi itu baginya. Kemudian, berkeliaranlah ia kekanan dan kekiri. Maka, apabila tidak mendapat tempat baru, ia pergi kepada yang dilaknat. Bila layak dilaknat (artinya kalau benar ia berhak mendapat laknat), tetapi apabila tidak layak, maka kembali kepada orang yang mengutuk (kembali ke alamat si pengutuk)." (HR. Abu Dawud)

Oleh : Yadi Kurniadi

Jumat, 27 Juli 2012

Keadaan di Alam Kubur

Posted by wedhuskula On 22.13 No comments
Apabila kita mengamati nash-nash yang shahîh dari al-Qur‘ân dan Sunnah serta ditopang oleh pemahaman dan pandangan para Ulama dalam memahami nash-nash tersebut, maka diketahui bahwa manusia akan melewati empat alam kehidupan, yaitu: alam rahim, alam dunia, alam barzakh (kubur), alam akhirat. Semua proses kehidupan setiap alam tersebut memiliki kekhususan masing-masing, tidak bisa disamakan antara satu dengan lainnya. Misalnya alam rahim, mungkin saja bisa diketahui sebagian proses kehidupan di sana melalui peralatan kedokteran yang canggih, tapi di balik itu semua, masih banyak keajaiban yang tidak terungkap dengan jalan bagaimana pun. Semua itu merupakan rahasia yang sengaja Allah Azza wa Jalla tutup dari ilmu dan pandangan umat manusia. Allah Azza wa Jalla telah menerangkan dalam firman-Nya yang berbunyi:
Tidaklah kalian diberi ilmu kecuali sedikit saja. [al-Isrâ‘/17:85]
Apalagi bila kita hendak berbicara tentang kehidupan alam kubur dan alam akhirat, tiada pintu yang bisa kita buka kecuali pintu keimanan terhadap yang ghaib, melalui teropong nash-nash al-Qur‘ân dan Sunnah. Beriman dengan hal yang ghaib adalah barometer pembeda antara seorang Mukmin dengan seorang kafir, sebagaimana termaktub dalam firman Allah Azza wa Jalla :
Kitab (al-Qur‘ân) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib”. [al-Baqarah/2:2-3]
Banyak nash dari al-Qur‘ân dan Sunnah yang mengukuhkan persoalan ini, yang tidak mungkin diuraikan dalam tulisan yang singkat ini.
KEADAAN MANUSIA DI ALAM KUBUR
Setiap manusia yang hidup di dunia ini pasti akan melewati alam kubur. Alam ini disebut pula alam barzakh yang artinya perantara antara alam dunia dengan alam akhirat, sebagaimana firman Allah k yang artinya, “Apabila kematian datang kepada seseorang dari mereka, ia berkata, “Ya Rabbku kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekalikali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada Barzakh (pembatas) hingga hari mereka dibangkitkan. [al-Mukminûn/23:100]

Para ahli tafsir dari Ulama Salaf sepakat mengatakan, “Barzakh adalah perantara antara dunia dan akhirat, atau perantara antara masa setelah mati dan hari kebangkitan. [1].
Alam Barzakh dinamakan dengan alam kubur adalah karena keadaan yang umum terjadi. Karena pada umumnya jika manusia meninggal dunia, dia dikubur dalam tanah. Namun, bukan berarti orang yang tidak dikubur terlepas dari peristiwa-peristiwa alam barzakh. Seperti orang yang dimakan binatang buas, tenggelam di lautan, dibakar ataupun terbakar. Sebab Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Seperti yang diceritakan Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang yang tidak pernah beramal baik sedikit pun berkata kepada keluarganya: apabila ia meninggal maka bakarlah dia, lalu tumbuk tulangnya sehalus-halusnya. Kemudian sebarkan saat angin kencang bertiup, sebagian di daratan dan sebagian lagi di lautan. Lalu ia berkata, ‘Demi Allah, jika Allah mampu untuk menghidupkannya, tentu Allah akan mengazabnya dengan azab yang tidak diazab dengannya seorang pun dari penduduk alam. Maka Allah memerintahkan lautan dan daratan untuk mengumpulkan abunya yang terdapat didalamnya. Maka tiba-tiba ia berdiri tegak. Lalu Allah bertanya kepadanya, “Apa yang mendorongnya untuk melakukan hal tersebut? Ia menjawab, “karena takut kepada-Mu dan Engkau lebih mengetahui (isi hatiku)”. Kemudian Allah mengampuninya. [2]
Dari kisah di atas dapat kita lihat bagaimana seseorang tersebut berusaha untuk lari dari azab Allah Azza wa Jalla dengan cara yang menurut akal pikirannya dapat membuatnya lolos dan lepas dari azab Allah Azza wa Jalla. Tetapi hal tersebut tidak dapat melemahkan kekuasaan Allah Azza wa Jalla . Bila seandainya ada seseorang mau melakukan tipuan terhadap Allah Azza wa Jalla agar ia terlepas dari azab kubur, sesungguhnya kekuasaan Allah Azza wa Jalla jauh lebih kuat daripada tipuannya. Pada hakikatnya yang ditipu adalah dirinya sendiri.
Di alam kubur manusia akan mengalami kehidupan barzakh sampai terompet sangkakala ditiup oleh malaikat Israfil. Di sana, ada yang bersukacita dan ada pula yang berdukacita, ada yang bahagia dan ada pula yang menderita. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Barâ’ bin ‘Azib Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba apabila akan menjumpai kehidupan akhirat dan berpisah dengan kehidupan dunia, para malaikat turun mendatanginya, wajah mereka bagaikan matahari. Mereka membawa kain kafan dan minyak harum dari surga. Para malaikat tersebut duduk dengan jarak sejauh mata memandang. Kemudian malaikat maut mendatanginya dan duduk dekat kepalanya seraya berkata, “Wahai jiwa yang baik keluarlah menuju ampunan dan keridhaan Allah.” Maka keluarlah ruh itu bagaikan air yang mengalir dari mulut wadah air minum. Maka malaikat maut mengambil ruhnya. Bila ruh itu telah diambil, para malaikat (yang membawa kafan dan minyak harum) tidak membiarkan berada di tangannya walaupun sekejap mata hingga mengambilnya. Lalu mereka bungkus ruh itu dengan kafan dan minyak harum tersebut. Maka keluarlah darinya aroma, bagaikan aroma minyak kasturi yang paling harum di muka bumi. Mereka membawa ruh itu naik menuju (ke langit). Mereka melewati para malaikat yang bertanya, “Siapa bau harum yang wangi ini?” Maka mereka menyebutnya dengan panggilan yang paling baik di dunia. Sampai naik ke langit, lalu mereka meminta dibukakan pintu langit, maka lalu dibukalah untuknya. Malaikat penghuni setiap langit mengiringinya sampai pada langit berikutnya. Dan mereka berakhir pada langit ketujuh. Allah berkata, ‘Tulislah kitab hamba-Ku pada ‘Illiyyin (tempat yang tinggi) dan kembalikan ia ke bumi, sesungguhnya Aku menciptakan mereka dari bumi, kemudian di sanalah mereka dikembalikan dan akan dibangkitkan kelak. Selanjutnya, ruhnya dikembalikan ke jasadnya. Lalu datanglah kepadanya dua malaikat,keduanya menyuruhnya untuk duduk. Kedua malaikat itu bertanya kepadanya, ‘Siapa Rabbmu?’ Ia menjawab, “Rabbku adalah Allah”. ‘Apa agamamu?’ Ia menjawab,agamaku Islam’. ‘Siapa orang yang diutus kepadamu ini?’ Ia menjawab, ‘Ia adalah Rasulullâh. ‘Apa ilmumu?’ Ia menjawab, ‘Aku membaca kitab Allah dan beriman dengannya’. Lalu diserukan dari langit, ‘Sungguh benar hambaku’. Maka bentangkanlah untuknya tikar dari surga-Ku. Dan bukakan baginya pintu surga. Maka datanglah kepadanya wangi surga dan dilapangkan kuburnya sejauh mata memandang. Selanjutnya, datang kepadanya orang yang berwajah tampan, berpakaian bagus dan harum mewangi. Ia (orang berwajah tampan) berkata, “Bergembiralah dengan semua yang menyenangkanmu. Inilah hari yang dijanjikan untukmu.” Maka ia (mayat) pun bertanya, “Siapa anda, wajahmu yang membawa kebaikan?” Maka ia menjawab, “Aku adalah amalmu yang shaleh”. Ia bertanya lagi, “Ya Allah, segerakanlah Kiamat agar aku bisa kembali kepada keluarga dan hartaku.”
Dan bila seorang kafir, ia berpindah dari dunia dan menuju ke alam akhirat. Dan para malaikat turun dari langit menuju kepadanya dengan wajah yang hitam. Mereka membawa kain rami yang kasar, mereka duduk dengan jarak dari mayat sejauh mata memandang. Kemudian datanglah malaikat maut duduk di dekat kepalanya. Ia berkata, “Wahai jiwa yang kotor, keluarlah menuju kemurkaan Allah.” Selanjutnya, ruhnya pun menyebar ke seluruh tubuhnya dan malaikat maut mencabut ruhnya dengan kuat seperti mencaput sisir besi dari ijuk yang basah. Bila ruh itu telah diambil, para malaikat itu tidak membiarkannya sekejap mata di tangan malaikat maut, sampai para malaikat meletakkannya pada kain rami yang kasar tersebut. Kemudian ia mengeluarkan bau yang paling busuk di muka bumi. Selanjutnya para malaikat membawa naik ruh tersebut. Tiada malaikat yang mereka lewati kecuali mereka mengatakan, ‘Bau apa yang sangat keji ini?’ ia dipanggil dengan namanya yang paling jelek waktu di dunia. ketika arwahnya sampai pada langit dunia dan malaikat meminta pintunya dibuka, akan tetapi tidak diizinkan. Kemudian Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allah:
Tidak dibukakan untuk mereka pintu langit, dan mereka tidak akan masuk surga sampai onta masuk ke dalam lubang jarum”. [al-A‘râf/7:40]
Setelah itu, Allah Azza wa Jalla berkata, “Tulislah catatan amalnya di Sijjîn pada lapisan bumi yang paling bawah”.Dan ruhnya dilemparkan jauh-jauh. Kemudian Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat:
Barangsiapa yang berbuat syirik kepada Allah, maka seolah-olah ia telah terjatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan oleh angin ke tempat yang jauh [al-Hajj/22:31]
Setelah itu ruhnya dikembalikan ke jasadnya, dan datang kepadanya dua orang malaikat yang menyuruhnya duduk. Kedua malaikat itu bertanya, ‘Siapa Rabbmu? ia menjawab, ‘Ha ha, aku tidak tahu’. Mereka bertanya lagi, “Siapakah orang yang diutus kepadamu ini?” Ia menjawab, “Ha ha, aku tidak tahu.” Maka seseorang menyeru dari langit, “Sungguh ia telah berdusta.” Bentangkan tikar untuknya dari api neraka dan bukakan salah satu pinti neraka untuknya. Maka datanglah kepadanya angin panas neraka. Lalu kuburnya disempitkan sehingga tulang-tulang rusuknya saling berdempet. Kemudian datang kepadanya seorang yang berwajah jelek, berpakaian jelek dan berbau busuk. Orang itu berkata,“Berbahagialah dengan apa yang menyakitimu, inilah hari yang dijanjikan padamu.” Lalu ia (mayat) bertanya, “Siapa engkau yang berwajah jelek?” Ia menjawab, “Aku adalah amalanmu yang keji.” Lalu mayat itu mengatakan, “Rabb ku janganlah engkau datangkan Kiamat.” [3]
Jika seorang Muslim mau merenung sejenak bagaimana keadaan dan kondisi kehidupannya nanti di alam kubur, niscaya ia akan menjauhi perbuatan maksiat dan dosa. Bayangkan, bagaimana keadaan kita ketika berada dalam sebuah lubang yang sempit lagi gelap, serta tidak ada cahaya sedikit pun. Betapa mencekam suasana gelap itu dan menimbulkan rasa takut yang dalam, napas terasa sesak, semakin lama semakin sulit untuk bernapas, rasa haus, lapar, panas, mau berteriak tidak seorang pun yang mendengar.
Akan tetapi alam kubur jauh berbeda dari semua itu. Tidak hanya sebatas apa yang tergambar ketika kita berada dalam sebuah lubang sempit dan gelap. Suasana di sana akan ditentukan oleh amalan kita sewaktu di dunia. Orang yang beramal shaleh waktu di dunia, ia akan lulus dalam menjawab pertanyaan malaikat. Tidur di atas hamparan tikar dari surga, ditemani oleh orang berbau wangi dan berwajah tampan. Kemudian senantiasa mencium bau harum hembusan angin surga.
Adapun orang yang ketika hidup di dunia bergelimang dosa dan maksiat, apalagi melakukan perbuatan syirik. Ia tidak akan bisa menjawab pertanyaan malaikat. Tidur di atas hamparan tikar dari api neraka, di temani oleh orang berbau busuk dan berwajah buruk. Kemudian ia senantiasa mencium bau busuk hembusan panas api neraka. Bahkan setiap manusia akan diperlihatkan tempat tinggalnya saat di alam kubur pada waktu pagi dan sore. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:
Apabila seseorang telah mati, akan diperlihatkan kepadanya tempat tinggalnya pada waktu pagi dan sore. Jika ia termasuk penghuni surga, maka diperlihatkan tempatnya di surga. Dan jika ia dari penghuni neraka maka diperlihatkan tempatnya di neraka. Kemudian dikatakan kepadanya, “Inilah tempatmu yang akan engkau tempati pada hari Kiamat”. [HR Muslim no. 5110, Ahmad no. 5656, Mâlik no. 502]
Di antara hikmah diperlihatkannya tempat seseorang di akherat kelak ketika berada di alam kubur adalah agar semakin menimbulkan rasa syukur dalam diri orang yang beramal shaleh. Ini adalah salah satu bentuk nikmat yang dirasakannya dalam alam kubur. Adapun bagi orang berbuat dosa, maka itu akan semakin menambah rasa kekecewaan dan penyesalan dalam dirinya. Ini adalah salah satu bentuk azab yang dialaminya dalam alam kubur. Hal ini sebagaimana disebutkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:
Tidak seorang pun masuk ke dalam surga kecuali diperlihatkan kepadanya tempatnya di neraka,seandainya ia berbuat jelek, agar bertambah rasa syukurnya. Dan tidaklah seorang pun masuk ke dalam neraka kecuali diperlihatkan kepadanya tempatnya di surga, seandainya ia berbuat baik, agar semakin bertambah atasnya rasa penyesalannya”. [HR al-Bukhâri no. 6084 dan Ahmad]
Dalam riwayat lain disebutkan: “Apabila seorang hamba diletakkan di kuburnya, dan para pelayatnya pergi meninggalkannya, sesungguhnya ia mendengar derap terompah mereka. Kemudian datanglah kepadanya dua orang malaikat dan menyuruhnya duduk. Mereka bertanya kepadanya, ‘Apa perkataanmu tentang orang ini?’ Adapun orang Mukmin, maka ia akan menjawab, Aku bersaksi bahwa ia adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Lalu dikatakan kepadanya, ‘Lihatlah tempatmu di neraka. Sungguh, Allah telah menukarnya dengan surga, maka ia melihat keduanya. berkata Qatâdah, ‘Disebutkan kepada kami bahwa kuburnya di luaskan tujuh puluh hasta, yang dipenuhi oleh tumbuhan hijau sampai hari mereka dibangkitkan.” [HR al-Bukhâri no. 1285, Muslim no. 5115, Ahmad no. 11823]
KESIMPULAN:
1. Azab kubur bersifat umum bagi seluruh manusia,tidak khusus bagi umat nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
2. Di antara azab atau nikmat kubur ada yang berhubungan dengan ruh dan jasad secara bersamaan dan ada pula yang khusus berhubungan dengan ruh saja.
3. Semua ruh orang yang telah meninggal dunia berada di alam Barzakh, sekalipun ia dimakan binatang buas ataupun dibakar.
4. Seseorang tidak akan masuk surga atau neraka kecuali setelah terjadinya hari Kiamat dan dibangkitnya seluruh manusia dari kuburnya.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XIII/1431H/2010M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondanrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858197]

_______
Footnote
[1]. Lihat tafsir at-Thabari 18/53.
[2]. Kisah ini terdapat dalam Shahîh al-Bukhâri no.7067 dan Shahîh Muslim: no. 7157
[3]. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan dishahîhkan oleh Syaikh al-Albâni dalam Shahîh Jâmi’ ash Shaghîr no 1676.

Selasa, 24 Juli 2012

Indahnya Dermawan

Posted by wedhuskula On 22.35 No comments

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata : seorang laki-laki datang kepada Rasulullah seraya berkata "Sesungguhnya aku sangat letih". Mendengar ucapan itu Rasulullah pun bertanya "Siapa yang mau menjamu dia malam ini". Seorang laki-laki dari Anshor bangkit dan berkata "Saya wahai Rasulullah". Ia lalu mengajak orang itu ke rumahnya. Sesampainya di rumah ia langsung bertanya kepada istrinya "Apakah kamu memiliki sesuatu untuk menjamu tamu". Istrinya menjawab "Hanya ada makanan untuk anak-anak kita". Suaminya kembali berkata "Sibukkan anak-anak dengan sesuatu, dan bila waktu makan malam tiba tidurkan saja mereka dan jika tamu kita masuk untuk makan matikan lampunya dan kesankan bahwa kita juga makan". Demikianlah hingga malam itu mereka sekeluarga tidur dengan perut kosong. 

Pagi harinya suami istri itu bertemu Rasullullah, lalu Rasulullah memuji keduanya dengan ucapan beliau "Allah benar-benar takjub terhadap apa yang kalian berdua lakukan kepada tamu kalian." (HR Muslim) 

Kebaikan lebih cepat datang ke rumah yang menjadi tempat jamuan makan ketimbang mata pisau ke punuk unta. (HR Ibnu Majah) 

Hendaklah kalian saling memberi hadiah niscaya akan saling mencintai (HR Imam Muslim) 

Tidak ada sesuatu yang dapat menghapuskan keislamanan seperti halnya kekikiran (HR Thabrani) 

Sesuatu yang sangat jelek dalam diri seseorang adalah kekikiran yang gelisah dan sifat pengecut. (HR Abu Dawud) 

Kekikiran dan keimanan tidak akan pernah menyatu didalam hati seseorang selamanya. (HR Nasa'i) 

Dua sifat yang tidak akan pernah menyatu dalam diri seseorang Mukmin, bakhil, dan akhlak tercela (HR Tirmidzi) 

Orang yang dermawan dekat dengan Allah dan dekat dengan surga, dekat dengan manusia dan jauh dari api neraka. Sedang orang yang bakhil jauh dari Allah, jauh dari surga, jauh dari manusia dan dekat dengan neraka. Orang yang jahil tapi dermawan lebih dicintai Allah daripada orang yang banyak ibadahnya tapi bakhil. (HR Tirmidzi) 

Dermawan adalah akhlaq Allah yang teragung. (HR Ibnu Hibban) 

Sesungguhnya Allah memurnikan agama ini untuk diriNya maka tidak ada yang dapat memperbaiki agama kalian kecuali kedermawan dan akhlaq yang baik. Hiasilah agama kalian dengan keduanya. (HR Thabrani dan Al Ashbahani) 

Berinfaqlah hai Bilal dan jangan takut pengurangan dari Dzat Yang Memiliki Arasy (HR Thabrani & Al Bazzar) 

Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lain, tidak menzholiminya dan tidak membiarkannya. Barangsiapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya maka Allah akan memenuhi kebutuhannya, barangsiapaa yang mengeluarkan seorang Muslim dari kesusahan (di dunia) maka Allah akan mengeluarkannya dari kesusahan hari kiamat dan barang siapa menutupi aib seorang Muslim maka Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat (HR Bukhori, Muslim dan Abu Dawud) 

Jika salah seorang di antara kalian berjalan bersama saudaranya sesama Muslim (saat itu Rasulullah menginsyaratkan dua jarinya) untuk memenuhi kebutuhannya, maka hal itu lebih baik baginya daripada I'tikaf di masjidku ini (HR Hakim) 

Allah tidak henti-hentinya memenuhi kebutuhan seseorang selama orang itu memenuhi kebutuhan saudaranya. (HR Thabrani) 

Orang yang membantu janda dan orang-orang miskin, bagaikan mujahid fii sabilillah dan juga bagaikan orang yang shalat malam dan puasa pada siang harinya. (HR Bukhori) 

Siapa yang menjadi penghubung bagi saudaranya kepada orang yang memiliki kewenangan untuk menyampaikan suatu kebajikan atau memasukan kebahagiaan maka Allah mengangkatnya pada derajat yang tinggi di surga. (HR Thabrani) 

Siapa yang bertemu saudaranya sesama Muslim dengan sesuatu yang menyenangkannya maka Allah akan menyenangkannnya pada hari kiamat. (HR Thabrani) 

Barangsiapa yang berjalan untuk memenuhi kebutuhan saudaranya hingga sampai tujuan maka Allah akan menaunginya dengan 570 malaikat yang senantiasa berdoa untuknya. Jika ia berjalan pagi hari maka malaikat itu akan terus berdoa hingga sore hari dan jika sore hari maka malaikat itu akan terus berdoa hingga pagi hari. Dan dengan setiap satu langkahnya Allah menghapuskan satu kesalahannya dan dengan setiap langkah itu juga Allah meninggikan beberapa derahat. (HR Ibnu Hibban) 

Sesungguhnya diantara hal yang bisa memberikan pengampunan adalah menyenangkan hati seorang Muslim. (HR Thabrani) 

Amalan yang paling utama adalah menyenangkan seorang Mukmin, dengan cara memberi pakaian makanan dan memenuhi kebutuhannya. (HR Thabrani) 

Siapa yang memasukkan kebahagiaan ke dalam penghuni rumah kaum Muslim maka Allah tidak rela memberinya pahala selain surga. (HR Thabrani) 

Orang yang paling cintai Allah adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia. Amalan paling dicintai Allah adalah kebahagian yang kamu masukan ke dalam diri seseorang Muslim, membebaskan dari suatu kesusahan atau melunasi hutangnya atau membebaskannya dari kelaparan. Sungguh seseorang berjalan bersama saudaranya dalam suatu keperluan lebih aku sukai ketimbang I'tikaf di masjid ini selama sebulan. Siapa yang menahan kemarahannya sedangkan kalau mau ia bisa melampiaskannya maka Allah akan memenuhi hatinya dengan keridhoan pada hari kiamat. Siapa yang berjalan bersama saudaranya untuk suatu keperluan hingga menunaikannya maka Allah akan meneguhkan kedua kakinya pada hari semua kaki tergelincir (HR Ashbahani)

Cuplikan Buku "Isti'ab - by Fathi Yakan, penerbit Robbani Press

Senin, 23 Juli 2012

Kasih Sayang Dalam Islam

Posted by wedhuskula On 22.40 No comments

"Hai manusia, sesungguhnya Kami menjadikan kamu dari seorang laki-laki dan seorang wanita, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya saling mengenal. Sesungguhnya orang mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Mengenal." (Q.S. Al-Hujuraat [49]:13).

AJARAN Islam tentang kasih sayang telah lama di kumandangkannya dengan sempurna dan indah. Namun, kebanyakan dari manusia tidak menyadari apa arti sesungguhnya dari kasih sayang itu sendiri, sehingga dapat terhenti dan menyimpang dari aturan-aturan yang telah di firmankan oleh Allah SWT dan sabda-sabda Rasul-Nya.

Sebagaimana syair yang mengatakan, "mawaddatuhu taduumu likulli haulin, wa hal kullun mawaddatuhu taduumu", kasih sayangnya (manusia) selalu kekal untuk segala hal yang menakutkan, dan apakah setiap orang itu kasih sayangnya selalu kekal. (Jawaahirul Balaaghah:407). Hal ini karena tidak diniatkan semata karena Allah yang tidak dijadikan sebagai ladang amal bahkan hanya untuk memperoleh keuntungan dan kesenangan duniawi saja.

Makna kasih sayang tidaklah berujung, sedangkan rasa kasih sayang adalah sebuah fitrah yang mesti direalisasikan terhadap sesama sepanjang kehidupan di dunia ini ada, tentunya dalam koridor-koridor Islam. Ini berarti bahwa Islam tidak mengenal waktu, jarak, dan tempat akan sebuah kasih sayang baik terhadap teman, sahabat, kerabat, dan keluarganya sendiri. Rasulullah saw. bersabda, "Man laa yarhaminnaasa laa yarhamhullaah" Barang siapa tidak menyayangi manusia, Allah tidak akan menyayanginya. (H.R. Turmudzi).

Dalam hadis tersebut kasih sayang seorang Muslim tidaklah terhadap saudara se-Muslim saja, tapi untuk semua umat manusia. Rasulullah saw. bersabda, "Sekali-kali tidaklah kalian beriman sebelum kalian mengasihi." Wahai Rasulullah, "Semua kami pengasih," jawab mereka. Berkata Rasulullah, "Kasih sayang itu tidak terbatas pada kasih sayang salah seorang di antara kalian kepada sahabatnya (mukmin), tetapi bersifat umum (untuk seluruh umat manusia)." (H.R. Ath-Thabrani).

Bahkan, bukan hanya kepada manusia saja ajaran Islam yang tinggi ini telah mengajarkan bagaimana kasih sayang terhadap hewan dan tumbuhan yang harus direalisasikan. Abu Bakar Shiddiq r.a. pernah berpesan kepada pasukan Usamah bin Zaid, "Janganlah kalian bunuh perempuan, orang tua, dan anak-anak kecil. Jangan pula kalian kebiri pohon-pohon kurma, dan janganlah kalian tebang pepohonan yang berbuah. Jika kalian menjumpai orang-orang yang tidak berdaya, biarkanlah mereka, jangan kalian ganggu." Sebuah nasihat ini walau dalam keadaan untuk perang, ajaran Islam tetap memancarkan kasih sayangnya terhadap manusia, hewan, dan tumbuhan.

Sebuah kisah lain yang menarik ketika Amr bin Ash menaklukkan kota Mesir, saat itu datanglah seekor burung merpati di atas kemahnya. Melihat kejadian ini, kemudian Amr bin Ash membuat sangkar untuk merpati tersebut di atas kemahnya. Tatkala ia mau meninggalkan perkemahannya, burung dan sangkar tersebut masih ada. Ia pun tidak mau mengganggunya dan dibiarkan burung merpati itu hidup bersama sangkar yang ia buat. Maka kota itu dijuluki sebagai kota fasthath (kemah).

Jelaslah bahwa ajaran Islam sangat menjunjung tinggi akan kasih sayang. Kita perlu mencontoh teladan Nabi saw. dan para sahabatnya yang benar-benar merealisasikan makna kasih sayang yang tanpa batas itu, tentunya untuk mencapai keridaan Allah semata yang bukan untuk mencari kesenangan dunia. Maka memang pantas bahwa Islam dikatakan sebagai agama rahmatan lil 'alamiin.

Sifat kasih sayang adalah termasuk akhlak yang mulia yang dicintai Allah. Sebaliknya Allah sangat membenci akhlak yang rendah. Di antaranya kepada orang-orang yang tidak memiliki rasa belas kasih sayang. Ditegaskan hadis Rasulullah saw., Laa tunza'ur rahmatu illaa min syaqiyyin. Rasa kasih sayang tidaklah dicabut melainkan hanya dari orang-orang yang celaka. (H.R. Ibn. Hibban). Yang dimaksud dengan orang celaka adalah orang yang tidak memiliki rasa kasih sayang di dalam hatinya baik untuk dirinya maupun orang lain.

Di sinilah perlunya kita bermuhasabah, bertafakur, apakah diri ini sudah benar menjalani hidup. Bagaimana kita mengasihi dan menyayangi ciptaan Allah sebagai akhlak yang mulia. "Sesungguhnya Allah SWT Maha Pemurah, Dia mencintai sifat pemurah, dan Dia mencintai akhlak yang mulia serta membenci akhlak yang rendah." (H.R. Na'im melalui Ibnu Abbas r.a.).

Cinta kepada Allah

Di antara manusia banyak yang cinta dan mencintai Allah, tapi lebih banyak yang mencintai dunia. Mencintai Allah adalah fardu bagi kaum Muslimin dan Muslimat yang bukan sekadar dikata saja. Dan jika kita benar-benar mencintai Allah secara kesungguhan hati, maka proses "rasa kasih sayang" untuk makhluk ciptaan-Nya akan terbentuk dalam hati kita. Selain itu, jati diri kita sebagai seorang Muslim akan tampak lebih kokoh serta mampu menjalani syariat-syariat Islam yang diridai dan di berkahi oleh Allah SWT.

Cinta kepada Allah adalah hal yang utama, sebagai jalan untuk memperoleh kebaikan dunia dan akhirat dengan melaksanakan perintah-Nya, menjauhi larangan-larangan-Nya. Cinta kepada Allah hendaklah melebihi cinta kepada segala yang maujud yang selain Allah. Mencintai Allah berarti juga mencintai Rasul-Nya, yakni mengikuti segala petunjuk Rasul dengan sepenuh-penuhnya. Firman Allah SWT, "Katakanlah (hai Muhammad), 'Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.' Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Q.S. Ali Imran [3]:31). Ketahuilah, kehidupan akhirat adalah kehidupan yang lebih baik dan kekal. Wallahu a'lam bishshawab.


Oleh : MARSUDI FITRO WIBOWO

Jumat, 20 Juli 2012

Bahaya Menyia-nyiakan Salat

Posted by wedhuskula On 22.38 No comments
"Maka, datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelak) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui sesesatan. Kecuali orang-orang yang bertobat, beriman, dan beramal saleh." (Maryam: 59-60).

Ibnu Abbas berkata, "Makna menyia-yiakan salat salat bukanlah meninggalkannya sama sekali, tetapi mengakhirkannya dari waktu yang seharusnya."

Imam para tabi'in, Sa'id bin Musayyib berkata, "Maksudnya adalah orang itu tidak mengerjakan salat duhur sehingga datang waktu asar; tidak mengerjakan asar sehingga datang magrib; tidak salat magrib sampai datang isya; tidak salat isya sampai fajar menjelang; tidak salat subuh sampai matahari terbit. Barang siapa mati dalam keadaan terus-menerus melakukan hal ini dan tidak bertobat, Allah menjanjikan baginya Ghayy, yaitu lembah di neraka Jahanam yang sangat dalam dasarnya lagi sangat tidak enak rasanya."

"Maka, kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lupa akan salatnya." Al-Maa'uun: 4-5). Orang-orang lupa adalah orang-orang yang lalai dan meremehkan salat.

Sa'ad bin Abi Waqqash berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah saw. tentang orang-orang yang lupa akan salatnya. Beliau menjawab, yaitu mengakhirkan waktunya."

Mereka disebut orang-orang yang salat. Namun, ketika mereka meremehkan dan mengakhirkannya dari waktu yang seharusnya, mereka diancam dengan Wail, azab yang berat. Ada juga yang mengatakan bahwa Wail adalah sebuah lembah di neraka Jahanam, jika gunung-gunung yang ada dimasukkan ke sana niscaya akan meleleh semuanya karena sangat panasnya. Itulah tempat bagi orang-orang yang meremehkan salat dan mengakhirkannya dari waktunya. Kecuali, orang-orang yang bertobat kepada Allah Taala dan menyesal atas kelalaiannya.

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi. (Al-Munafiqun: 9).

Para mufasir menjelaskan, "Maksud mengingat Allah dalam ayat ini adalah salat lima waktu. Maka, barang siapa disibukkan oleh harta perniagaannya, kehidupan dunianya, sawah ladangnya, dan anak-anaknya dari mengerjakan salat pada waktunya, maka ia termasuk orang-orang yang merugi."

Rasulullah saw. bersabda yang artinya, "Amal yang pertama kali dihisab padahari kiamat dari seorang hamba adalah salatnya. Jika salatnya baik maka telah sukses dan beruntunglah ia, sebaliknya, jika rusak, sungguh telah gagal dan merugilah ia." (HR Tirmizi dan yang lain dari Abu Hurairah. Ia berkata, "Hasan Gharib.")

"Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mengucapkan 'Laa ilaaha illallah' (Tiada yang berhak diibadahi selain Allah) dan mengerjakan salat serta membayar zakat. Jika mereka telah memenuhinya, maka darah dan hartanya aku lindungi kecuali dengan haknya. Adapun hisabnya maka itu kepada Allah." (HR Bukhari dan Muslim).

Dan, "Barang siapa menjaganya maka ia akan memiliki cahaya, bukti, dan keselamatan pada hari kiamat nanti. Sedang yang tidak menjaganya, maka tidak akan memiliki cahaya, bukti, dan keselamatan pada hari itu. Pada hari itu ia akan dikumpulkan bersama Firaun, Qarun, Haman, dan ubay bin Khalaf." (HR Ahmad).

Sebagian ulama berkata, "Hanyasanya orang yang meninggalkan salat dikumpulkan dengan empat orang itu karena ia telah menyibukkan diri dengan harta, kekuasaan, pangkat/jabatan, dan perniagaannya dari salat. Jika ia disibukkan dengan hartanya, ia akan dikumpulkan bersama Qarun. Jika ia disibukkan dengan kekuasaannya, ia akan dikumpulkan dengan Firaun. Jika ia disibukkan dengan pangkat/jabatan, ia akan dikumpulkan bersama Haman. Dan, jika ia disibukkan dengan perniagaannya akan dikumpulkan bersama Ubay bin Khalaf, seorang pedagang yang kafir di Mekah saat itu."

Mu'adz bin Jabal meriwayatkan, Rasulullah saw. bersabda, "Barang siapa meninggalkan salat wajib dengan sengaja, telah lepas darinya jaminan dari Allah Azza wa Jalla." (HR Ahmad).

Umar bin Khattab berkata, "Sesungguhnya tidak ada tempat dalam Islam bagi yang menyia-nyiakan salat." Umar bin Khattab meriwayatkan, telah datang seseorang kepada Rasulullah saw. dan bertanya, "Wahai Rasulullah, amal dalam Islam apakah yang paling dicintai oleh Allah Taala?" Beliau menjawab, "Salat pada waktunya. Barang siapa meninggalkannya, sungguh ia tidak lagi memiliki agama lagi, dan salat itu tiangnya agama."

Kala Umar terluka karena tusukan, seseorang mengatakan, "Anda tetap ingin mengerjakan salat, wahai Amirul Mukminin?" "Ya, dan sungguh tidak ada tempat dalam Islam bagi yang menyia-nyiakan salat," jawabnya. Lalu, ia pun mengerjakan salat, meski dari lukanya mengalir darah yang cukup banyak.

Rasulullah saw. bersabda, "Barang siapa berjumpa dengan Allah dalam keadaan menyia-nyiakan salat, Dia tidak akan mempedulikan sautu kebaikan pun darinya."

Ibnu Hazm berkata, "Tidak ada dosa yang lebih besar sesudah syirik, selain mengakhirkan salat dari waktunya dan membunuh seorang mukmin bukan dengan haknya."

Aun bin Abdullah berkata, "Apabila seorang hamba dimasukkan ke dalam kuburnya, ia akan ditanya tentang salat sebagai sesuatu yang pertama kali ditanyakan. Jika baik barulah amal-amalnya yang lain dilihat. Sebaliknya, jika tidak, tidak ada satu amalan pun yang dilihat (dianggap tidak baik semuanya)."

Rasulullah saw. bersabda, "Apabila seorang hamba mengerjakan salat di awal waktu, salat itu --ia memiliki cahaya-- akan naik ke langit sehingga sampai ke Arsy, lalu memohonkan ampunan bagi orang yang telah mengerjakannya, begitu seterusnya sampai hari kiamat. Salat itu berkata, 'Semoga Allah menjagamu sebagaimana kamu telah menjagaku.' Dan, apabila seorang hamba mengerjakan salat bukan pada waktunya, salat itu--ia memiliki kegelapan--akan naik ke langit. Sesampainya di sana ia akan dilipat seperti dilipatnya kain yang usang, lalu dipukulkan ke wajah orang yang telah mengerjakannya. Salat itu berkata, 'Semoga Allah menyia-nyiakanmu sebagaimana kamu telah menyia-nyiakanku'."

Rasulullah saw. bersabda, "Ada tiga orang yang salatnya tidak diterima oleh Allah: seseorang yang memimpin suatu kaum padahal kaum itu membencinya; seseorang yang mengerjakan salat ketika telah lewat waktunya; dan seseorang yang memperbudak orang yang memerdekakan diri." (HR Abu Dawud dari Abdullah bin Amru bin Ash).

Beliau saw. juga bersabda, Barang siapa menjamak dua salat tanpa ada uzur, sungguh ia telah memasuki pintu terbesar di antara pintu-pintu dosa besar."

Dalam sebuah hadis yang lain disebutkan, "Sesungguhnya orang yang selalu menjaga salat wajib niscaya akan dikaruniai oleh Allah SWT dengan lima karamah:ditepis darinya kesempitan hidup, dijauhkan ia dari azab kubur, diterimakan kepadanya cacatan amalnya dengan tangan kanan, ia akan melewati shirath seperti kilat yang menyambar, dan akan masuk surga tanpa hisab.

Sebaliknya, orang yang menyia-nyiakannya niscaya akan dihukum oleh Allah dengan empat belas (14) hukuman: lima di dunia, tiga ketika mati, tiga di alam kubur, dan tiga lagi ketika keluar dari kubur.

Kelima hukuman di dunia adalah barakah dicabut dari hidupnya, tanda sebagai orang saleh dihapus dari wajahnya, semua amalan yang dikerjakannya tidak akan diberi pahala oleh Allah, doanya tidak akan diangkat ke langit, dan dia tidak akan mendapat bagian dari doanya orang-orang saleh.

Hukuman yang menimpanya ketika mati adalah dia akan mati dalam kehinaan, dalam kelaparan, dan dalam kehausan. Meskipun ia diberi minum air seluruh lautan dunia, semua itu tidak mampu menghilangkan dahaganya.

Hukuman yang menimpanya dikubur adalah kuburnya menyempit sehingga tulang-tulangnya remuk tak karuan, dinyalakan di sana api yang membara siang-malam, dan ia dihidangkan kepada seekor ular yang bernama As-Suja al-Aqra. Kedua bola matanya dari api, kuku-kukunya dari besi, dan panjang tiap kuku itu sejauh perjalanan satu hari. Ular itu terus-menerus melukai si mayit sambil berkata, 'Akulah As-Suja al-Aqra!' Seruannya bagaikan gemuruh halilintar, 'Aku diperintah oleh Rabku untuk memukulmu atas kelakuanmu yang menunda-nunda salat subuh sampai terbit matahari, juga atas salat zuhur yang kau tunda-tunda sampai masuk waktu asar, juga atas asar yang kau tunda-tunda sampai magrib, juga atas magrib yang kau tunda-tunda sampai isya, dan atas isya yang kau tunda-tunda sampai subuh.' Setiap kali ular itu memukulnya, ia terjerembab ke bumi selama 70 hasta.

Demikian keadaannya sampai datangnya hari kiamat nanti. Adapun hukuman yang menimpanya sekeluarnya dari kubur pada hari kiamat adalah hisab yang berat, kemurkaan Rab, dan masuk ke neraka."

Dikisahkan, seseorang dari kalangan salaf turut menguburkan saudara perempuannya yang mati. Tanpa ia sadari sebuah kantong berisi harta yang ia bawa jatuh dan turut terkubur. Begitu pula dengan mereka yang hadir, tidak satu pun menyadarinya. Sepulang darinya, barula ia sadar. Maka, ia kembali ke makam dan ketika semua orang telah pulang ke tempat masing-masing ia bongkar kembali makam saudaranya itu. Dan ia pun terkejut begitu melihat api yang menyala-nyala dari dalam makam. Serta merta ia kembalikan tanah galian, dan pulang sambil bercucuran air mata. Mendapati ibunya, ia bertanya, "Duhai Ibunda, gerangan apakah yang telah dilakukan oleh saudara perempuanku?" "Mengapa kau menanyakan,anakku?" ibunya balik bertanya. Ia pun menjawab, "Bunda, sungguh aku melihat kuburnya dipenuhi kobaran api." Lalu, ibunya menangis dan berkata, "Wahaianakku, dulu saudara perempuanmu terbiasa meremehkan dan mengakhirkan salat dari waktunya."

Ini adalah keadaan mereka yang mengakhirkan salat dari waktunya. Lalu, bagaimana dengan mereka yang tidak mengerjakannya?

Marilah kita memohon pertolongan kepada Allah agar kita selalu dapat menjaga salat pada waktunya. Sesungguhnya Dia Maha Pemurah lagi Maha Mulia.

Sumber: Al-Kabaair, Syamsuddin Muhammad bin Utsman bin Qaimaz at-Turkmani al-Fariqi ad-Dimasyqi asy-Syafii

Ar-Rahman Ar-Rahim

Posted by wedhuskula On 22.01 No comments
"Aku adalah Ar Rahman, Aku menciptakan rahim, Kuambilkan untuknya nama yang berakar dari namaKu, siapa yang menyambungnya (silaturahmi) akan Ku-sambung (rahmat-Ku) untuknya dan siapa yang memutuskannya Kuputuskan (rahmatKu baginya). (H.R. Abu Daud dan At Tirmidzi melalui AbdurRahman bin 'Auf).

Dari Aisyah ra berkata : "Serombongan orang-orang Yahudi minta izin bertetamu kepada Rasulullah saw lalu mereka ucapkan : Assamu'alaikum (racun untukmu)". Jawab Aisyah "Bal'alaikumussaam wal la'nah (bahkan untukmulah racun dan kutukan). Maka bersabda Rasul, "Ya Aisyah ! Sesungguhnya Allah senang dengan kelemahlembutan dalam segala urusan". Kata Aisyah "Tidakkah engkau dengar ucapan mereka?". Jawab beliau, "Ya, aku mendengarnya bahkan telah kujawab, wa'alaikum". (HR. Muslim)

Dari Abu Hurairah ra berkata Rasulullah bercerita, "Pada suatu ketika ada seekor anjing mengelilingi sebuah sumur, anjing itu hampir mati kehausan. Tiba-tiba dia terlihat oleh seorang wanita pelacur bangsa Yahudi. Maka dibukanya sepatu botnya kemudian dicedoknya air dengan sepatunya lalu diberinya minum anjing yang hampir mati itu. Maka Allah mengampuni dosa-dosa wanita itu." (HR. Muslim)

Dari Abu Hurairah ra berkata Nabi saw bersabda : "Tatkala menciptakan makhluk, Allah ta'ala telah menulis dalam buku yang tersimpan di 'Arasy, "Sesungguhnya rahmat-Ku lebih besar daripada murka-Ku". (HR. Muslim)

Menurut pakar bahasa Ibnu Faris (395 H) semua kata yang terdiri dari huruf-huruf Ra, Ha, dan Mim, mengandung makna "kelemahlembutan, kasih sayang dan kehalusan". Hubungan silaturahim adalah hubungan kasih sayang. Rahim, adalah peranakan/kandungan yang melahirkan kasih sayang. Kerabat juga dinamai rahim karena kasih sayang yang terjalin antara anggota-anggotanya.

Rahmat lahir dan nampak di permukaan bila ada sesuatu yang dirahmati, dan setiap yang dirahmati pastilah sesuatu yang butuh. Di sisi lain siapa yang bermaksud memenuhi kebutuhan pihak lain tetapi secara faktual dia tidak melaksanakannya karena ketidakmampuannya maka boleh jadi dia dinamai rahim, ditinjau dari segi kelemahlembutan, kasih sayang dan kehalusan yang menyentuh hatinya tetapi yang demikian ini adalah sesuatu yang tidak sempurna.

Rahmat yang menghiasi diri seseorang, tidak luput dari rasa pedih yang dialami oleh jiwa pemiliknya. Rasa itulah yang mendorongnya untuk mencurahkan rahmat kepada yang dirahmati. Rahmat dalam pengertian demikian adalah rahmat makhluk, Allah tidak demikian. Tetapi tulis Al Ghazaly, "jangan Anda duga bahwa hal ini mengurangi makna rahmat Tuhan, bahkan disanalah kesempurnaannya. Rahmat yang tidak dibarengi oleh rasa pedih –sebagaimana rahmat Allah- tidak berkurang karena kesempurnaan rahmat yang ada di dalam, ditentukan oleh kesempurnaan buah/hasil rahmat itu saat dianugerahkan kepada yang dirahmati dan betapapun Anda memenuhi secara sempurna kebutuhan yang dirahmati, yang bersangkutan ini tidak merasakan sedikitpun apa yang dialami oleh yang memberinya rahmat. Kepedihan yang dialami oleh sipemberi merupakan kelemahan makhluk."

Adapun yang menunjukkan kesempurnaan rahmat Ilahi walaupun Yang Maha Pengasih itu tidak merasakan kepedihan maka menurut Imam AlGhazaly adalah karena makhluk yang mencurahkan rahmat saat merasakan kepedihan itu, hampir-hampir saja dapat dikatakan bahwa saat ia mencurahkannya, ia sedang berupaya untuk menghilangkan rasa pedih itu dari dirinya, dan ini berarti bahwa pemberiannya tidak luput dari kepentingan dirinya. Hal ini mengurangi kesempurnaan makna rahmat, yang seharusnya tidak disertai dengan kepentingan diri, tidak pula untuk menghilangkan rasa pedih tetapi semata-mata demi kepentingan yang dirahmati. Demikianlah rahmat Allah swt.

Pemilik rahmat yang sempurna adalah yang menghendaki dan melimpahkan kebajikan bagi yang butuh serta memelihara mereka sedang Pemilik Rahmat yang menyeluruh adalah yang mencurahkan rahmat kepada yang wajar maupun tidak wajar menerimanya.

Rahmat Allah bersifat sempurna karena setiap Dia menghendaki tercurahnya rahmat, seketika itu juga rahmat tercurah. Rahmat-Nya pun bersifat menyeluruh karena ia mencakup yang berhak maupun yang tidak berhak serta mencakup pula aneka macam rahmat yang tidak dapat dihitung atau dinilai.

Apa perbedaan antara Rahman dan Rahim? Banyak ragam jawaban terhadap pertanyaan ini. Syekh Muhammad Abduh berpendapat bahwa Rahman adalah rahmat Tuhan yang sempurna tapi sifatnya sementara dan yang dicurahkanNya kepada semua makhluk. Kata ini dalam pandangan Abduh adalah kata yang menunjuk sifat fi'il/perbuatan Tuhan.

Dia Rahman berarti Dia mencurahkan rahmat yang sempurna tetapi bersifat sementara tidak langgeng. Ini antara lain dapat berarti bahwa Allah mencurahkan rahmat yang sempurna dan menyeluruh tetapi tidak langgeng terus menerus.

Rahmat menyeluruh tersebut menyeluruh tersebut menyentuh semua manusia –mukmin atau kafir- bahkan menyentuh seluruh makhluk di alam raya, tetapi karena ketidaklanggengannya maka ia hanya berupa rahmat di dunia saja. Bukankah rahmat di dunia menyentuh semua makhluk tetapi dunia itu sendiri, begitu juga rahmat yang diraih di dunia tidak bersifat abadi.

Adapun kata Rahim yang patronnya menunjukkan kemantapan dan kesinambungan maka ia menunjuk kepada sifat zat Allah, atau menunjukkan kepada kesinambungan dan kemantapan nikmatnya. Kemantapan dan kesinambungan hanya dapat wujud di akhirat kelak, disisi lain rahmat ukhrawi hanya diraih oleh orang taat dan bertaqwa : "Katakanlah : "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkanNya untuk hamba-hambaNya dan (siapa pulakah) rezki yang baik?" Katakanlah, "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui." (QS. Al A'raf 7:32)

Karena itu rahmat yang dikandung oleh kata Rahiim adalah rahmat ukhrawi yang akan diraih oleh yang taat dan bertaqwa kepadaNya.

Ada juga yang berpendapat bahwa kata Rahman menunjuk kepada Allah dari sudut pandang bahwa Dia mencurahkan rahmat secara faktual sedang rahmat yang disandangNya dan yang melekat pada diriNya menjadikan Dia berhak menyandang sifat Rahim sehingga dengan gabungan kedua kata itu tergambarlah di dalam benak bahwa Allah Rahman (mencurahkan rahmat kepada seluruh makhlukNya) karena Dia Rahim; Dia adalah wujud / zat Yang memiliki sifat rahmat.

Memang sekali-sekali boleh jadi seorang yang bersifat kikir, mengulurkan tangan bantuan kepada orang lain. Di sini bantuan yang diberikannya itu tidak mengubah kepribadiannya yang kikir; bantuan yang diberikannya itu tidak bersumber dari sifat pribadinya yang sesungguhnya, berbeda dengan seorang pemurah ketika mengulurkan bantuan. Dengan kata Ar Rahman tergambar bahwa Allah mencurahkan rahmatNya dan dengan Ar Rahim dinyatakan bahwa Dia memiliki sifat rahmat yang melekat pada diriNya.

Rahmat Allah tidak terhingga bahkan dinyatakan : "Rahmat-Ku mencakup segala sesuatu" (QS. Al A'raaf 7:156) dan dalam sebuah hadits qudsi Allah berfirman, "Sesungguhnya rahmat-Ku mengatasi/mengalahkan amarah-Ku" (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).

Ar Rahman dan Ar Rahim seperti dikemukakan di atas berakar dari kata rahim yang juga telah masuk dalam perbendaharaan bahasa Indonesia. Apabila disebutkan kata rahim maka yang terlintas di dalam benak adalah ibu yang memiliki anak, pikiran ketika itu akan melayang kepada kasih sayang yang dicurahkan sang ibu kepada anaknya. Tetapi, jangan diduga bahwa sifat rahmat Tuhan sepadan dengan sifat rahmat ibu, betapapun besarnya kasih sayang ibu. Bukankah kita harus meyakini bahwa Allah adalah wujud yang tidak memiliki persamaan dalam zat, sifat dan perbuatanNya dengan apapun dalam kenyataan hidup atau dalam khayalan?

Rasulullah memberikan ilustrasi menyangkut besarnya rahmat Allah sebagai dituturkan oleh Abu Hurairah katanya :

Aku mendengar Rasulullah saw bersabda :'Allah swt menjadikan rahmat itu seratus bagian, disimpan disisiNya sembilan puluh sembilan dan diturunkanNya ke bumi ini satu bagian; yang satu bagian inilah yang dibagi pada seluruh makhluk, (yang tercermin antara lain) pada seekor binatang yang mengangkut kakinya dari anaknya terdorong oleh rahmat kasih sayang, kuatir jangan sampai menyakitinya. (HR. Muslim).

Kini kita bertanya, apakah buah yang dihasilkan oleh ucapan yang lahir dari lubuk hati? Menurut Al Ghazaly buah yang dihasilkan oleh rahman pada aktivitas seseorang adalah bahwa "ia akan merasakan rahmat dan kasih sayang kepada hamba-hamba Allah yang lengah, dan ini mengantar yang bersangkutan untuk mengalihkan mereka dari jalan kelengahan menuju Allah. Dengan memberinya nasehat secara lemah lembut -tidak dengan kekerasan, memandang orang-orang berdosa dengan pandangan kasih sayang- bukan dengan gangguan. Memandang setiap kedurhakaan yang terjadi di alam raya, bagai kedurhakaan terhadap dirinya, sehingga dia tidak menyisihkan sedikit upayapun untuk menghilangkannya sesuai kemampuannya sebagai pengejawantahaan dari rahmatnya terhadap si durhaka jangan sampai ia mendapatkan murkaNya dan kejauhan dari sisiNya".

Sedang buah rahim menurut Al Ghazaly adalah "tidak membiarkan seorang yang butuh kecuali berupaya memenuhi kebutuhannya, tidak juga membiarkan seorang fakir di sekelilingnya atau dinegerinya kecuali dia berusaha untuk membantu dan menampik kekafirannya dengan harta, kedudukan atau berusaha melalui orang ketiga sehingga terpenuhi kebutuhannya. Kalau semua itu tidak berhasil ia lakukan, maka hendaklah ia membantunya dengan doa serta menampakkan rasa kesedihan dan kepedihan atas penderitaannya. Itu semua, sebagai tanda kasih sayang dan dengan demikian ia bagaikan serupa dengan yang dikasihinya itu dalam kesulitan dan kebutuhan".

Rabu, 18 Juli 2012

Anjuran Mencari Ilmu

Posted by wedhuskula On 23.28 No comments

ANJURAN MENCARI ILMU, BELAJAR DAN MENGAJARKANNYA SERTA KEUTAMAAN ILMU, ORANG ‘ALIM DAN ORANG YANG BELAJAR

Rosulullah Saw bersabda, “Apabila Allah menghendaki kebaikan kepada seseorang, maka Dia akan memberikan kepahaman agama kepadanya." (HR. Bukhari dan Muslim)

Rosulullah Saw bersabda, “Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim, dan orang yang meletakkan ilmu pada selain yang ahlinya bagaikan menggantungkan permata mutiara dan emas pada babi hutan." (HR. Ibnu Majah dan lainnya)

Mencari ilmu itu wajib bagi setiap orang Islam, pria maupun wanita. Kewajibannya tidak terbatas pada masa remaja, tetapi sampai tua pun kewajiban mencari ilmu tidak pernah berhenti.

Dalam kitab “Ta’limul Muta’allim" disebutkan bahwa ilmu yang wajib dituntut terlebih dahulu adalah “ilmu Haal" yaitu ilmu yang seketika itu pasti digunakan dan diamalkan bagi setiap orang yang sudah baligh. Seperti ilmu Tauhid dan ilmu Fiqih. Di dalam ilmu Tauhid yang harus dipelajari dahulu mengenal ke-Esaan Allah serta sifat-sifat-Nya yang wajib dan muhal, kepercayaan kepada malaikat, kitab-kitab Allah, para Rosul, hari kiamat dan takdir dan buruk adalah dari Allah. Kemudian di dalam ilmu Fiqih yang harus dipelajari berkisar tentang Ubudiyyah dan Muamalah.

Apabila dua bidang ilmu itu telah dikuasai, baru mempelajari ilmu-ilmu lainnya, misalnya ilmu kedokteran, dan ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi manusia.

Kadang-kadang orang lupa dalam mendidik anaknya, sehingga lebih mengutamakan ilmu-ilmu umum daripada ilmu agama. Maka anak menjadi orang yang buta agama dan menyepelekan kewajiban-kewajiban agamanya. Dalam hal ini orang tua perlu sekali memberikan bekal ilmu keagamaan sebelum anaknya mempelajari ilmu-ilmu umum yang beraneka ragam macamnya.

Rosulullah Saw bersabda, “Terhadap orang yang mencari ilmu, malaikat membentangkan sayap-sayapnya untuknya karena rela terhadap apa yang dicari." (HR. Ibnu Asakir)

Rosulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang kedatangan ajal, sedang ia masih menuntut ilmu, maka ia akan bertemu dengan Allah di mana tidak ada jarak antara dia dan antara para nabi kecuali satu derajat kenabian." (HR. Thabrani)

Mencari ilmu adalah amal yang mulia dan terpuji. Khususnya ilmu agama Islam. Sebab, dengan menekuni ilmu-ilmu agama, berarti dia telah merintis jalan untuk mencari ridho Allah. Dengan ilmu itu ia dapat menghindari larangan-larangan Allah dan menjalankan perintah-Nya. Karena itulah para malaikat selalu melindungi orang-orang yang sedang menuntut ilmu. Dan kelak di hadapan Allah mereka mendapat kemuliaan yang hanya terpaut satu derajat dengan para nabi.

Rosulullah Saw bersabda, “Dunia itu dilaknat, dan dilaknat pula apa yang ada di dalamnya kecuali zikir (ingat) kepada Allah beserta apa-apa yang mengikutinya, orang ‘alim dan orang yang belajar." (HR. Turmudzi)

Rosulullah Saw bersabda, “Sedekah yang paling utama adalah orang Islam yang belajar suatu ilmu kemudian diajarkan ilmu itu kepada orang lain." (HR. Ibnu Majah)

Dunia beserta isinya dilaknat oleh Allah kecuali zikir kepada-Nya dan amalan-amalan yang bisa membuat orang ingat kepada-Nya, orang yang berilmu dan orang yang menuntut ilmu. Lebih utama lagi orang yang mau menuntut ilmu kemudian ilmu itu diajarkan kepada orang lain. Inilah sedekah yang paling utama dibanding sedekah harta benda. Mengapa demikian? Karena mengajarkan ilmu, khususnya ilmu agama, berarti menanam amal yang muta’addi (dapat berkembang) yang manfaatnya bukan hanya dikenyam orang yang diajarkan itu sendiri, tetapi dapat dinikmati orang lain.

Rosulullah Saw bersabda, “Ilmu itu lebih utama dari pada ibadah, sedang sebaik- baik agama adalah sifat waro'" (HR. Thabrani)

Waro' ialah menjauhkan diri dari dosa, barang syubhat dan maksiat. Sedang barang syubhat ialah barang yang masih diragukan halal dan haramnya. Hanya orang-orang yang berilmulah kiranya yang dapat menjalankan ibadah dengan baik dan sempurna serta berlaku waro' dalam segala perilakunya.

Abi Umamah berkata, “Ditunjukkan kepada Rosulullah Saw dua orang laki-laki, salah satu dari keduanya ahli ibadah sedang yang lain orang ‘alim." Maka Rosulullah Saw bersabda, “Keutamaan orang ‘alim dibanding dengan orang ahli ibadah seperti keutamaanku terhadap orang yang paling rendah dari kalian. Rosulullah melanjutkan, “Sesungguhnya Allah, malaikat-Nya serta penghuni langit dan bumi hingga semut yang ada di liangnya sampai kepada jenis ikan, semuanya mendo’akan orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia." (HR. Thurmuzdi)

Yang dimaksud orang ‘alim, adalah orang ‘alim yang mau mengamalkan ilmunya, sedang orang yang ahli ibadah, adalah orang yang tekun beribadah tetapi bodoh, jadi orang ‘alim yang mengamalkan ilmunya itu lebih utama dari pada orang bodoh yang ahli ibadah.

Rosulullah Saw bersabda, “Allah tidaklah disembah dengan sesuatu yang lebih utama dari pada kepahaman agama. Dan sungguh satu orang yang paham dalam agama itu lebih berat bagi setan dari pada seribu orang ahli ibadah. Dan setiap sesuatu itu ada tiangnya, sedang tiangnya agama ini adalah fiqih (paham)." (HR. Daruquthni)

Diceritakan bahwa pada suatu hari Rosulullah Saw datang ke masjid. Di muka pintu masjid itu beliau melihat setan yang ragu ragu akan masuk. Lalu beliau menegurnya, “Hai setan, apa yang sedang kamu kerjakan di sini?" 

Maka setan menjawab, “Saya akan masuk masjid untuk menggaggu orang yang sedang sholat. Tetapi aku takut kepada orang lelaki yang sedang tidur.

Segera baliau menjawab, “Hai Iblis, mengapa kamu tidak takut kepada orang yang sedang sholat menghadap Tuhannya, tetapi justru takut kepada orang yang sedang tidur?"

Setan menjawab, “Betul, sebab orang yang sedang sholat itu bodoh sehingga mengganggunya lebih mudah. Sebaliknya orang yang sedang tidur itu adalah orang ‘alim, hingga saya kuatir seandainya saya ganggu orang yang sedang sholat itu, maka orang ‘alim itu terbangun dan segera membetulkan sholatnya." 

Sebab peristiwa itu maka Rosulullah Saw bersabda, “Tidurnya orang ‘alim lebih baik dari pada ibadahnya orang bodoh." Demikian disebutkan dalam kitab “Minhajul Muta’allimin".

Rosulullah Saw bersabda, “Apabila kamu lewat pada kebun surga, maka bersenang-senanglah kalian. Sahabat bertanya, “Wahai Rosulullah, apakah kebun surga itu?" Beliau menjawab, “yaitu tempat-tempat ilmu." (HR. Thabrani)

Setiap majlis yang di situ merupakan tempat untuk membahas, menekuni, dan memperkembangkan ilmu, khususnya ilmu agama, maka majlis itu bagaikan kebun surga yang penuh kenikmatan. Setiap kalimat yang didengar nilainya sama dengan satu kebajikan. Berapa kebajikan yang diperoleh selama dalam majlis itu, tinggal menghitung berapa kalimat yang telah didengar. Dan setiap kebajikan itu kelak pasti dibalas dengan kenikmatan di surga.

Narasumber: Kitab “At-Targhiib Wat-Tarhiib"

Posted by wedhuskula On 23.06 No comments
ANJURAN MENCARI ILMU, BELAJAR DAN MENGAJARKANNYA SERTA KEUTAMAAN ILMU, ORANG ‘ALIM DAN ORANG YANG BELAJAR

Rosulullah Saw bersabda, “Apabila Allah menghendaki kebaikan kepada seseorang, maka Dia akan memberikan kepahaman agama kepadanya." (HR. Bukhari dan Muslim)

Rosulullah Saw bersabda, “Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim, dan orang yang meletakkan ilmu pada selain yang ahlinya bagaikan menggantungkan permata mutiara dan emas pada babi hutan." (HR. Ibnu Majah dan lainnya)

Mencari ilmu itu wajib bagi setiap orang Islam, pria maupun wanita. Kewajibannya tidak terbatas pada masa remaja, tetapi sampai tua pun kewajiban mencari ilmu tidak pernah berhenti.

Dalam kitab “Ta’limul Muta’allim" disebutkan bahwa ilmu yang wajib dituntut terlebih dahulu adalah “ilmu Haal" yaitu ilmu yang seketika itu pasti digunakan dan diamalkan bagi setiap orang yang sudah baligh. Seperti ilmu Tauhid dan ilmu Fiqih. Di dalam ilmu Tauhid yang harus dipelajari dahulu mengenal ke-Esaan Allah serta sifat-sifat-Nya yang wajib dan muhal, kepercayaan kepada malaikat, kitab-kitab Allah, para Rosul, hari kiamat dan takdir dan buruk adalah dari Allah. Kemudian di dalam ilmu Fiqih yang harus dipelajari berkisar tentang Ubudiyyah dan Muamalah.

Apabila dua bidang ilmu itu telah dikuasai, baru mempelajari ilmu-ilmu lainnya, misalnya ilmu kedokteran, dan ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi manusia.

Kadang-kadang orang lupa dalam mendidik anaknya, sehingga lebih mengutamakan ilmu-ilmu umum daripada ilmu agama. Maka anak menjadi orang yang buta agama dan menyepelekan kewajiban-kewajiban agamanya. Dalam hal ini orang tua perlu sekali memberikan bekal ilmu keagamaan sebelum anaknya mempelajari ilmu-ilmu umum yang beraneka ragam macamnya.

Rosulullah Saw bersabda, “Terhadap orang yang mencari ilmu, malaikat membentangkan sayap-sayapnya untuknya karena rela terhadap apa yang dicari." (HR. Ibnu Asakir)

Rosulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang kedatangan ajal, sedang ia masih menuntut ilmu, maka ia akan bertemu dengan Allah di mana tidak ada jarak antara dia dan antara para nabi kecuali satu derajat kenabian." (HR. Thabrani)

Mencari ilmu adalah amal yang mulia dan terpuji. Khususnya ilmu agama Islam. Sebab, dengan menekuni ilmu-ilmu agama, berarti dia telah merintis jalan untuk mencari ridho Allah. Dengan ilmu itu ia dapat menghindari larangan-larangan Allah dan menjalankan perintah-Nya. Karena itulah para malaikat selalu melindungi orang-orang yang sedang menuntut ilmu. Dan kelak di hadapan Allah mereka mendapat kemuliaan yang hanya terpaut satu derajat dengan para nabi.

Rosulullah Saw bersabda, “Dunia itu dilaknat, dan dilaknat pula apa yang ada di dalamnya kecuali zikir (ingat) kepada Allah beserta apa-apa yang mengikutinya, orang ‘alim dan orang yang belajar." (HR. Turmudzi)

Rosulullah Saw bersabda, “Sedekah yang paling utama adalah orang Islam yang belajar suatu ilmu kemudian diajarkan ilmu itu kepada orang lain." (HR. Ibnu Majah)

Dunia beserta isinya dilaknat oleh Allah kecuali zikir kepada-Nya dan amalan-amalan yang bisa membuat orang ingat kepada-Nya, orang yang berilmu dan orang yang menuntut ilmu. Lebih utama lagi orang yang mau menuntut ilmu kemudian ilmu itu diajarkan kepada orang lain. Inilah sedekah yang paling utama dibanding sedekah harta benda. Mengapa demikian? Karena mengajarkan ilmu, khususnya ilmu agama, berarti menanam amal yang muta’addi (dapat berkembang) yang manfaatnya bukan hanya dikenyam orang yang diajarkan itu sendiri, tetapi dapat dinikmati orang lain.

Rosulullah Saw bersabda, “Ilmu itu lebih utama dari pada ibadah, sedang sebaik- baik agama adalah sifat waro'" (HR. Thabrani)

Waro' ialah menjauhkan diri dari dosa, barang syubhat dan maksiat. Sedang barang syubhat ialah barang yang masih diragukan halal dan haramnya. Hanya orang-orang yang berilmulah kiranya yang dapat menjalankan ibadah dengan baik dan sempurna serta berlaku waro' dalam segala perilakunya.

Abi Umamah berkata, “Ditunjukkan kepada Rosulullah Saw dua orang laki-laki, salah satu dari keduanya ahli ibadah sedang yang lain orang ‘alim." Maka Rosulullah Saw bersabda, “Keutamaan orang ‘alim dibanding dengan orang ahli ibadah seperti keutamaanku terhadap orang yang paling rendah dari kalian. Rosulullah melanjutkan, “Sesungguhnya Allah, malaikat-Nya serta penghuni langit dan bumi hingga semut yang ada di liangnya sampai kepada jenis ikan, semuanya mendo’akan orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia." (HR. Thurmuzdi)

Yang dimaksud orang ‘alim, adalah orang ‘alim yang mau mengamalkan ilmunya, sedang orang yang ahli ibadah, adalah orang yang tekun beribadah tetapi bodoh, jadi orang ‘alim yang mengamalkan ilmunya itu lebih utama dari pada orang bodoh yang ahli ibadah.

Rosulullah Saw bersabda, “Allah tidaklah disembah dengan sesuatu yang lebih utama dari pada kepahaman agama. Dan sungguh satu orang yang paham dalam agama itu lebih berat bagi setan dari pada seribu orang ahli ibadah. Dan setiap sesuatu itu ada tiangnya, sedang tiangnya agama ini adalah fiqih (paham)." (HR. Daruquthni)

Diceritakan bahwa pada suatu hari Rosulullah Saw datang ke masjid. Di muka pintu masjid itu beliau melihat setan yang ragu ragu akan masuk. Lalu beliau menegurnya, “Hai setan, apa yang sedang kamu kerjakan di sini?"

Maka setan menjawab, “Saya akan masuk masjid untuk menggaggu orang yang sedang sholat. Tetapi aku takut kepada orang lelaki yang sedang tidur.

Segera baliau menjawab, “Hai Iblis, mengapa kamu tidak takut kepada orang yang sedang sholat menghadap Tuhannya, tetapi justru takut kepada orang yang sedang tidur?"

Setan menjawab, “Betul, sebab orang yang sedang sholat itu bodoh sehingga mengganggunya lebih mudah. Sebaliknya orang yang sedang tidur itu adalah orang ‘alim, hingga saya kuatir seandainya saya ganggu orang yang sedang sholat itu, maka orang ‘alim itu terbangun dan segera membetulkan sholatnya."

Sebab peristiwa itu maka Rosulullah Saw bersabda, “Tidurnya orang ‘alim lebih baik dari pada ibadahnya orang bodoh." Demikian disebutkan dalam kitab “Minhajul Muta’allimin".

Rosulullah Saw bersabda, “Apabila kamu lewat pada kebun surga, maka bersenang-senanglah kalian. Sahabat bertanya, “Wahai Rosulullah, apakah kebun surga itu?" Beliau menjawab, “yaitu tempat-tempat ilmu." (HR. Thabrani)

Setiap majlis yang di situ merupakan tempat untuk membahas, menekuni, dan memperkembangkan ilmu, khususnya ilmu agama, maka majlis itu bagaikan kebun surga yang penuh kenikmatan. Setiap kalimat yang didengar nilainya sama dengan satu kebajikan. Berapa kebajikan yang diperoleh selama dalam majlis itu, tinggal menghitung berapa kalimat yang telah didengar. Dan setiap kebajikan itu kelak pasti dibalas dengan kenikmatan di surga.

Narasumber: Kitab “At-Targhiib Wat-Tarhiib"

Selasa, 17 Juli 2012

Bangga, Tenteram Dengan Islam

Posted by wedhuskula On 23.23 No comments
Nama saya Joko Kusumo P. Lahir di Solo 06 Juni 1941. Saya pernah berkeluarga dengan 4 (empat) orang anak dan seorang istri. Tapi, karena perbedaan akidah kemudian saya cerai darinya. Kini, saya  telah menikah kembali dengan seorang hajah dari daerah Bandung. Daerah itulah yang kini menjadi tempat tinggal kami sekarang,

Sebelum masuk Islam, saya adalah seorang pemuka agama lain. Bahkan, saya sempat menjadi pimpinan sebuah rumah peribadatan perwakilan Amerika di Bandung. Rasa ketertarikan pada Islam telah saya rasakan oleh sejak lama. Hal itu bermula ketika saya harus mengawinkan anak saya dengan isterinya yang beragama Islam. Ketika itu, saya merasakan kesedhan yang amat sangat. Bagaimana tidak, seorang bapak tidak boleh menjadi wali anaknya sendiri disebabkan beda agama.

Rasa sedih itu terus terbawa dalam kehidupan saya, sampai suatu hari saya berikrar kepada salah satu anak saya, apabila dia menikah saya yang akan menjadi walinya (kebetulan anak saya "berhubungan " dengan seorang aktivis keagamaan di kampusnya ). Ikrar tersebut merupakan salah satu dorongan semangat bagi saya untuk terus mempelajari agama Islam, dan saya kira, itu salah satu "pangilan" Allah buat saya. Dalam kehidupan manusia, wajar apabila seseorang mengalami masa  transisi, apalagi dalam hal keyakinan (agama). Demikian pula yang terjadi pada saya. Pada masa ini, saya mencoba merenungkan dan mempelajari kembali keyakinan yang pada waktu itu saya anut, dan agama yang akan saya yakini (Islam). Untuk memuaskan rasa penasaran saya terhadap Islam, saya mengikuti beberapa kali pengajian di salah satu pesantren filial Daarussalaam Gontor.

Setelah mengikuti beberapa pengajian di pesantren tersebut, sayamenjadi sangat yakin bahwa agama yang paling benar menurut saya adalah agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Karena itu, sekitar bulan September 1996, saya mengucapakan dua kalimat syahadat di pesantren itu.

Pada bulan Januari 1997, anak saya menikah dengan seorang Muslim. Alhamdullilah, janji saya bisa menjadi wali pada saat anak saya menikah terpenuhi. Terselip rasa haru dan bangga dalam hati.

Setelah masuk Islam, saya merasakan kebanggan, ketentraman, dan kesehatan yang di berikan Allah Swt. Tapi, kemudian ujian datang menghadang. Setelah beberapa waktu menjadi seorang Muslim, salah seorang anak menderita penyakit ginjal, dan di haruskan terapi cuci darah 2x dalam seminggu. Saya diberitahu dokter bahwa terapi anak saya harus 3x seminggu. Tapi, setelah bicara dengan dokter tersebut, saya mengambil kesimpulan bahwa penyakit ginjal anak saya tidak akan sembuh dengan cuci darah.

Rasa kasihan terhadap orangtua timbul pada diri anak saya. Ia meminta untuk tidak melakukan terapi lagi baginya karena hanya akan buang-buang biaya. Akhirnya, ia pun harus meninggalkan kami semua.

Ada sebuah kejadian memngharukan yang belum pernah saya lihat dan alami ketika anak saya akan meninggal. Dengan tuntunan saya, ia mengucapkan istigfhar, dua kalimat syahadat, dan Allahu Akbar. Setelah itu, dia pun menghembuskan nafas terakhir tepat di pangkuan saya.

Wajahnya terlihat senyum. Tak terlihat ada rasa nyeri di wajahnya. Padahal, waktu menjadi pemimpin agama sebelumnya, saya sering melihat seseorang yang sekarat dengan wajah yang kelihatan menahan sakit yang tiada tara). Kejadian tersebut menambah keyakinan saya terhadap agama yang baru saya anut: Islam.

(Andri Irawan/MQ)
Sumber: www.MQMedia.com

Senin, 16 Juli 2012


Mukaddimah

Hadits dengan makna seperti ini sering sekali kita dengarkan dari para penceramah namun hendaknya kita mengetahui pula bagaimana kualitasnya sehingga dapat dipertanggung jawabkan dan hati menjadi tenang atau paling tidak kita dapat bersikap hati-hati.

Untuk itu, terkait dengan hadits ini terdapat dua pendapat ulama; ada yang menyatakan ia dapat meningkat kepada Hasan (di bawah Shahih) dengan alasan ada riwayat penguatnya, diantaranya pendapat Syaikh al-Albaniy dan Imam as-Suyuthiy sendiri, pengarang asli buku yang menjadi rujukan kita dalam kajian ini. Pendapat lainnya, yaitu penahqiq buku yang kami paparkan ini, Syaikh Muhammad Luthfiy ash-Shabbâgh dan didukung oleh berbagai referensi lainnya yang kami cantumkan di bawah nanti, menyatakan bahwa hadits ini adalah Dla'îf (Lemah). Wallahu a'lam.

"Ya, Allah! Hidupkanlah aku sebagai orang miskin dan matikanlah aku sebagai orang miskin serta kumpulkanlah aku bersama golongan orang-orang miskin (kelak)."

Penjelasan:
Hadits dengan redaksi seperti ini disebutkan oleh Imam as-Suyûthiy di dalam kitabnya ad-Durar al-Muntsirah Fi al-Ahâdîts al-Musytahirah (buku yang kami gunakan sebagai rujukan dalam kajian ini), dengan menyatakan bahwa ia diriwayatkan oleh Imam at-Turmudziy dari Anas, dan Ibn Majah dari Abu Sa'id (al-Khudriy) serta ath-Thabaraniy dari 'Ubadah bin ash-Shamit. Beliau juga membantah klaim Ibn al-Jawziy dan Ibn Taimiyyah bahwa ia hadits Mawdlû' . Namun penahqiq (analis) atas buku tersebut, yaitu Syaikh. Muhammad Luthfy ash-Shabbâgh memberikan beberapa anotasi berikut:

"Hadits ini kualitasnya Dla'îf (lemah). Untuk itu, perlu merujuk kepada buku-buku berikut:
  • Ahâdîts al-Qushshâsh karya Ibn Taimiyyah, h.50
  • al-Maqâshid al-Hasanah Fî Bayân Katsîr Min al-Ahâdîts al-Musytahirah 'Ala al-Alsinah, karya as-Sakhâwiy, h.84
  • Tamyîz ath-Thayyib Min al-Khabîts Fîmâ Yadûr 'Ala Alsinah an-Nâs Min al-Hadîts, karya Ibn ad-Diba', h.29
  • Kasyf al-Khafâ` wa Muzîl al-Ilbâs 'Amma isytahara Min al-Ahâdîts 'Ala Alsinah an-Nâs, karya al-'Ajlûniy, Jld.I, h.181
  • Mîzân al-I'tidâl, karya Imam adz-Dzhabiy, jld.IV, h.427
  • al-Fawâ`id al-Maudlû'ah Fil Ahâdîts al-Mawdlû'ah karya al-Karmiy, Hal.63
  • al-Fawâ`id al-Majmû'ah Fil Ahâdîts al-Mawdlû'ah karya asy-Syawkaniy, Hal.240
  • al-Mughny 'An Hamlil Asfâr Fi al-Asfâr karya al-'Irâqiy, Jld.III, h.229
  • al-Mawdlû'ât karya Ibn al-Jawziy, Jld.III, h.141
  • al-La`âliy al-Mashnû'ah Fi al-Ahâdîts al-Mawdlû'ah karya as-Suyûthiy, Jld.II, H.324
  • Tanzîh asy-Syarî'ah al-Marfû'ah 'An al-Akhbâr asy-Syanî'ah al-Mawdlû'ah karya Ibn 'Irâq, tahqîq 'Abdullah Ali'Abdullathîf, Jld.II, h.304
  • Sunan at-Turmudziy, Jld.III, h.271
  • Sunan Ibn Mâjah, Jld.II, No.4126
  • al-Bidâyah Wa an-Nihâyah karya Ibn Katsir, VI, h.50
  • Talkhîsh al-Habîr Fî Takhrîj Ahâdîts ar-Râfi'i al-Kabîr, karya Ibn Hajar, Jld.III, h.109
  • Fatâwa Ibn Taimiyyah, Jld.XVIII, h.326
  • Tadzkirah al-Mawdlû'ât karya al-Fitniy, h.59
  • Asna al-Mathâlib karya Muhammad bin ad-Darwîsy al-Hût, h.52
  • al-Mustadrak karya al-Hâkim, Jld.IV, h.322
  • Sunan al-Baihaqiy, Jld.VII, h.12
  • Târîkh Ibn 'Asâkir
  • al-Bashâ`ir Wa adz-Dzakhâ`ir karya Abu Hayyân at-Tawhîdiy, Jld.I, h.214
Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah karya Syaikh Nashiruddin al-Albâniy, No.308 (Dalam hal ini, Syaikh al-Albaniy menilai hadits ini bisa meningkat kualitasnya menjadi Hasan karena terdapat Syâhid (penguat dari sisi sanad) -red.,)

Lihat juga di dalam anotasi kami (Syaikh ash-Shabbâq-red.,) di dalam kitab Mukhtashar al-Maqâshid, no.153 dimana kami menguatkan bahwa ia adalah Hadits Dla'îf (lemah).

Sumber: ad-Durar al-Muntsirah Fi al-Ahâdîts al-Musytahirah karya Imam as-Suyûthiy, tahqiq Syaikh. Muhammad Lutfhfy ash-Shabbâgh, h.86-87, no.104 

19 Perkara Merusakkan Amal

Posted by wedhuskula On 23.29 No comments

1. Kufur, Syirik, Murtad, dan Nifaq.

Wahai orang Muslim, wahai hamba Allah! Ketahuilah, siapa yang mati dalam keadaan kafir atau musyrik atau murtad, maka segala amal yang baik tidak ada manfaatnya untuk mendekatkan diri kepada Allah, seperti shadaqah, silaturrahim, berbuat baik kepada tetangga dan lain-lainnya. Sebab di antara syarat taqarrub adalah mengetahui siapa yang didekati. Sementara itu orang kafir tidak begitu. Maka secara spontan amalnya menjadi rusak dan sia-sia.

Allah berfirman: "Barangsiapa yang murtad diantara kamu dari agamanya, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya" [Al-Baqarah: 217].

"Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam), maka hapuslah amalannya dan ia pada akhirat termasuk orang-orang yang merugi." [Al-Maidah: 5].

"Dan sesunggunya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: 'Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi'." [Az-Zumar: 65].

Allah juga berfirman, mengabarkan tentang keadaan semua rasul: "Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya leyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan." [Al-An'am: 88].

Dan juga sabda Rasulullah saw: "Apabila orang-orang mengumpulan orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang kemudian untuk satu hari dan tiada keraguan di dalamnya, maka ada penyeru yang berseru: 'Barangsiapa telah menyekutukan seseorang dalam suatu amalan yang mestinya dikerjakan karena Allah, lalu dia minta pahala di sisi-Nya, maka sesungguhnya Allah adalah yang paling tidak membutuhkan untuk dipersekutukan'." [HR. At-Tirmidzi 3154, Ibnu Majah 4203, Ahmad 4/215, Ibnu Hibban 7301, hasan].

2. Riya'.

Celaan terhadap riya' telah disebutkan dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Firman Allah: "... seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya' kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu sperti batu yang licin dan diatasnya ada tanah, kemudian batu itu mejadilah bersih (tidak bertanah). Mereka itu tidak menguasai sesuatu sesuatu apapun dari apa yang mereka usahakan, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir." [ Al-Baqarah: 264]. 

Rasullullah saw bersabda: "Sesungguhnya yang aku paling takutkan atas kamu sekalian ialah syirik kecil, yaitu riya'. Allah berfirman pada hari kiamat, tatkala memberikan balasan terhadap amal-amal manusia, 'Pergilah kepada orang-orang yang dulu kamu berbuat riya' di dunia, lalu lihatlah apakah kamu mendapatkan balasan bagi mereka?" [HR. Ahmad 5/428, 429, shahih]. 

Maka dari itu jauhilah riya', karena ia merupakan bencana amat jahat, yang bisa menggugurkan amal dan menjadikannya sia-sia. Ketahuilah, bahwa orang-orang yang riya' adalah pertama kali menjadi santapan neraka, karena mereka telah menikmati hasil perbuatannya di dunia, sehingga tidak ada yang menyisa di akhirat. 

Ya Allah, sucikanlah hati kami dari nifaq dan amal kami yang riya' teguhkanlah kami pada jalan-Mu yang lurus, agar datang keyakinan kepada kami.

3. Menyebut-Nyebut Shadaqah dan Menyakiti Orang Yang Diberi.

Allah berfirman: "Hai orang-orang yang beriman jangalah kamu menghilangkan (pahala) shadaqahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima)." [Al-Baqarah: 264].

Ketahuilah wahai hamba Allah! Jika engkau menshadaqahkan harta karena mengharap balasa dari orang yang engkau beri, maka engkau tidak adakn mendapatkan keridhaan Allah. Begitu pula jika engkau menshadaqahkannya karena terpaksa dan menyebut-nyebut pemberianmu kepada orang lain.

Rasulullah saw bersabda: "Tiga orang, Allah tidak menerima ibadah yang wajib dan yang sunat dari mereka, yaitu orang yang durhaka kepada orang tua, menyebut-nyebut shadaqah dan mendustakan takdir." [HR. Ibnu Abi Ashim 323, Ath-Thabrany 7547, hasan].

Abu Bakar Al-Warraq berkata, "Kebaikan yang paling baik, pada setiap waktu adalah perbuatan yang tidak dilanjuti dengan menyebut-nyebutnya."

Allah berfirman: "Perkataan baik dan pemberian maaf lebih baik dari shadaqah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun." [Al-Baqarah: 263].

4. Mendustakan Takdir.

Ketahuilah wahai orang Mukmin, iman seorang hamba tidak dianggap sah kecuali dia beriman kepada takdir Allah, baik maupun buruk. Dia juga harus tahu bahwa bencana yang menimpanya bukan unutk menyalahkannya, dan apa yang membuatnya salah bukan untuk menimpakan bencana kepadanya. Semua ketentuan sudah ditetapkan dan ditulis di Mushhaf yang hanya dikethaui Allah semata, sebelum suatu peristiwa benar-benar terjadi dan sebelum Dia menciptakan alam.

Rasulullah saw bersabda: "Tiga orang, Allah tidak menerima ibadah yang wajib dan yang sunat dari mereka, yaitu orang yang durhaka kepada orang tua, menyebut-nyebut shadaqah dan mendustakan takdir."

Dan sabda beliau yang lain: "Andaikata Allah mengadzab semua penhuni langit dan bumi-Nya, maka Dia tidak zhalim terhadap mereka. Dan, andaikata Allah merahmati mereka, maka rahmat-Nya itu lebih baik bagi mereka dari amal-amal mereka. Andaikata engkau membelanjakan emas seperti gunung Uhud di jalan Allah, maka Allah tidak akan menerima amalmu sehingga engkau beriman kepada takdir, dan engkau tahu bahwa bencana yang menimpamu, dan apa yang membuatmu salah bukan untuk menimpakan bencana kepadamu. Andaikata engkau mati tidak seperti ini, maka engkau akan masuk neraka." [HR. Abu Daud 4699, Ibnu Majah 77, Ahmad 5/183, 185, 189, shahih].

5. Meninggalkan Shalat Ashar.

Allah memperingatkan manusia agar tidak meninggalkan shalatul-wustha (shalat ashar) karena dilalaikan harta, keluarga atau keduniaan. Allah mengkhususkan bagi pelakunya dengan ancaman keras, khususnya shalat ashar. Firman-Nya: "Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang yang lalai dari shalatnya." [Al-Ma'un: 4-5]. 

Rasulullah saw bersabda: "Orang tidak mengerjakan shalat ashar, seakan-akan dia ditinggalkan sendirian oleh keluarga dan hartanya." [HR. Al-Bukhari 2/30, Muslim 626] 

Dari Abu Al-Malih, atau Amir bin Usamah bin Umair Al-Hadzaly, dia berkata, "Kami bersama Buraidah dalam suatu perperangan pada suatu hari yang mendung. Lalu ia berkata, 'Segeralah melaksanakan shalat ashar, karena Nabi saw pernah berkata: "Barangsiapa meninggalkan shalat ashar, maka amalnya telah lenyap." [HR. Al-Bukhari 2/31, 66].

6. Bersumpah Bahwa Allah Tidak Mengampuni Seseorang

Dari Jundab ra sesungguhnya Rasulullah saw mengisahkan tentang seorang laki-laki yang berkata, "Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni Fulan. Padahal Allah telah berfirman, 'Siapa yang bersumpah kepada-Ku, bahwa aku tidak mengampuni Fulan, maka aku mengampuni Fulan itu dan menyia-nyiakan amalnya (orang yang bersumpah)." [HR. Muslim 16/174].

Ketahuilah, bahwa memutuskan manusia dari rahmat Allah merupakan sebab bertambahnya kedurhakaan orang yang durhaka. Karena dia merasa yakin, pintu rahmat Ilahi sudah ditutup di hadapannya, sehingga dia semakin menyimpang jauh dan durhaka, hanya karena dia hendak memuaskan nafsunya. Allah akan mengadzabnya dengan adzab yang tidak diberikan kepada orang lain.

Bukanlah sudah selayaknya jika Allah menghapus pahala amal orang yang menutup pintu kebaikan dan membuka pintu keburukan, sebagai balasan yang setimpal baginya?

7. Mempersulit Rasulullah, dengan Perkataan maupun Perbuatan.

Allah berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian yang lainm supaya tidak menghapus (pahala) amalanmu, sedang kamu tidak menyadarinya." [Al-Hujurat: 2].

Dari Anas bin Malik ra, tatkala ayat ini turun maka Tsabit bin Qais di rumahnya, seraya berkata, "Pahala amalku telah terhapus, dan aku termasuk penghuni neraka." Dia juga menghidari Nabi saw. Lalu beliau bertanya kepada Sa'd bin Mu'adz, "Wahai Abu Amr, mengapa Tsabit mengeluh?"

Sa'd menjawab, "Dia sedang menyendiri dan saya tidak tahu kalau dia sedang mengeluh."

Lalu Sa'd mendatangi Tsabit dan mengabarkan apa yang dikatakan Rasulullah. Maka Tsabit berkata, "Ayat ini telah turun, sedang engkau sekalian tahu bahwa aku adalah orang yang paling keras suaranya di hadapan Rasulullah. Berarti aku termasuk penghuni neraka."

Sa'd menyampaikan hal ini kepada beliau, lalu beliau berkata, "Bahwa dia termauk penghuni surga." [HR. Al-Bukhari 6/260, Muslim 2/133-134].

Dengan hadits ini jelaslah bahwa mengeraskan suara yang dapat menghapus pahala amal adalah suara yang menggangu Rasulullah, menentang perintah beliau, tidak taat dan tidak mengikuti beliau, baik perkataan maupun perbuatan.

Allah berfirman: "Hai orang-orang yang beriman taatlah kepada Allah dan Rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu." [Muhammad: 33].

8. Melakukan Bid'ah Dalam Agama.

Melakukan bid'ah akan mengugurkan amal dan menghapus pahala. Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang menciptakan sesuatu yang baru dalam agama kami ini yang tidak termasuk bagian darinya, maka ia tertolak."

Dalam riwayat lain disebutkan: "Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak termasuk agama kami, maka ia tertolak." [HR. Al-Bukhari 5/301, Muslim 12/16].

9. Melanggar Hal-Hal Yang Diharamkan Allah Secara Sembunyi-Sembunyi.

Dari Tsauban ra, dari Nabi saw, beliau bersabda: "Benar-benar akan kuberitahukan tentang orang-orang dari umatku yang datang pada hari kiamat dengan membawa beberapa kebaikan seperti gunung Tihamah yang berwarna putih, lalu Allah menjadikan kebaikan-kebaikan itu sebagai debu yang berhamburan". Tsauban berkata, "Wahai Rasulullah, sebutkan sifat-sifat mereka kepada kami dan jelaskan kepada kami, agar kami tidak termasuk diantara mereka, sedang kami tidak mengetahuinya". Beliau bersabda: "Sesungguhnya mereka itu juga saudara dan dari jenismu. Mereka shalat malam seperti yang kamu kerjakan. Hanya saja mereka adalah orang-orang yang apabila berada sendirian dengan hal-hal yang diharamkan Allah maka, mereka melanggarnya." [HR. Ibnu Majah 4245, shahih].

10. Merasa Gembira Jika Ada Orang Mukmin Terbunuh.

Darah orang Muslim itu dilindungi. Maka seseorang tidak boleh menumpahkan darahnya menurut hak Islam.

Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa membunuh seorang Mukmin lalu ia merasa senag terhadap pembunuhannya itu, maka Allah tidak akan menerima ibadah yang wajib dan yang sunat darinya." [HR. Abu Daud 4270, shahih].

11. Menetap Bersama Orang-Orang Musyrik Di Wilayah Perperangan.

Dari Bahz bin Hakim, dari ayahnya, dari kakeknya, dia berkata: "Aku berkata, 'wahai Nabi Allah, aku tidak pernah mendatangimu sehingga aku menjalin persahabatan lebih banyak dari jumlah jari-jari tangan? Apakah sekarang aku tidak boleh mendatangimu dan mendatangi agamamu? Sesungguhnya aku dulu adalah orang yang tidak pernah melalaikan sesuatu pun kecuali apa yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya kepadaku, dan sesungguhnya aku ingin bertanya atas ridha Allah, dengan apa Rabb-mu mengutusmu kepada kami?"

Beliau menjawab, "Dengan Islam."

"Apakah tanda-tanda Islam itu?", Dia bertanya.

Beliau menjawab, "Hendaklah engkau mengucapkan: 'Aku berserah diri kepada Allah', hendaklah engkau bergantung kepada-Nya, mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat. Setiap orang Muslim atas orang Muslim lainnya adalah haram (menyakiti), keduanya adalah saudara dan saling menolong. Allah tidak akan menerima suatu amalan dari orang Muslim setelah dia masuk Islam, sehingga dia meninggalkan orang-orang kafir untuk bergabung dengan orang-orang Muslim." [HR. An-Nasa'i 5/82-83, Ibnu Majah 2536, Ahmad 5/4-5, hasan].

12. Mendatangi Dukun dan Peramal.

Beliau saw mengancam orang-orang yang mendatangi dukun dan sejenisnya, lalu meminta sesuatu kepadanya, bahwa shalatnya tidak akan diterima selama empat puluh hari. Beliau bersabda: "Barangsiapa mendatangi peramal lalu bertanya tentang sesuatu kepadanya, maka shalatnya tidak akan diterima selama empat puluh hari." [HR. Muslim 14/227].

Ancaman ini diperuntukkan bagi orang yang mendatangi dukun dan menanyakan sesuatu kepadanya. Sedangkan orang yang membenarkannya, maka dia dianggap sebagai orang yang mengingkari apa yang diturunkan kepada Rasulullah saw. Beliau bersabda: "Barangsiapa mendatangi peramal atau dukun lalu membenarkan apa yang dikatakannya, maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad saw." [HR. Muslim 135, Abu Daud 3904, Ahmad 2/408-476].

13. Durhaka Kepada Kedua Orang Tua.

Allah telah memerintahkan agar berbuat baik kepada ibu bapak dan berbakti kepada keduanya. Dia memperingatkan, mendurhakai keduanya dan mengingkari kelebihan keduanya dalam pendidikan merupakan dosa besar dan melenyapkan pahala amal. Rasulullah saw bersabda: "Tiga orang, Allah tidak menerima ibadah yang wajib dan yang sunat dari mereka, yaitu orang yang durhaka kepada orang tua, menyebut-nyebut shadaqah dan mendustakan takdir." 

14. Meminum Khamr.

Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa meminum khamr, maka shalatnya tidak diterima selama empat puluh pagi (hari). Jika dia bertaubat, maka Allah mengampuninya. Jika dia mengulanginya lagi, maka shalatnya tidak diterima (lagi) selama empat puluh pagi (hari). Jika dia bertaubat, maka Allah mengampuninya. Jika dia mengulanginya lagi, maka shalatnya tidak diterima (lagi) selama empat puluh pagi (hari). Jika dia bertaubat, maka Allah mengampuninya. Jika dia mengulanginya lagi, maka shalatnya tidak diterima (lagi) selama empat puluh pagi (hari). Dan, jika mengulanginya keempat kalinya, maka shalatnya tidak diterima (lagi) selama empat puluh pagi (hari). Jika dia bertaubat maka Allah tidak mengampuninya dan Dia mengguyurnya dengan air sungai al-khabal." Ada yang bertanya, "Wahai Abu Abdurrahman (Nabi), apakah sungai al-khabal itu?" Beliau menjawab, "Air sungai dari nanah para penghuni neraka." [HR. At-Tirmidzi 1862, shahih].

15. Perkataan Dusta dan Palsu.Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan palsu dan pelaksaannya, maka Allah tidak mempunyai kebutuhan untuk meninggalkan makanan dan minumannya." [HR. Al-Bukhari 4/16, 10/473]. Di dalam hadits ini terkandung dalil perkataan palsu dan pengamalannya dapat meleyapkan pahala puasa. 16. Memelihara Anjing, Kecuali Anjing Pelacak, Penunggu Tanaman atau Berburu.

Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa memelihara seekor anjing, maka pahala amalnya dikurangi setiap hari satu qirath (dalam riwayat lain: dua qirath) kecuali anjing untuk menjaga tanaman atau pun anjing pelacak." [HR. Al-Bukhari 6/360, Muslim 10, 240].

17. Wanita Yang Nusyuz, Hingga Kembali Menaati Suaminya.

Rasulullah saw bersabda: "Dua orang yang shalatnya tidak melebihi kepalanya, yaitu hamba sahaya yang lari dari tuannya hingga kembali lagi kepadanya dan wanita yang mendurhakai suaminya hingga kembali lagi." 

18. Orang Yang Menjadi Imam Suatu Kaum dan Mereka Benci Kepadanya.

Rasulullah saw bersabda: "Tiga orang yang shalatnya tidak melebihi telinga mereka, yaitu hamba sahaya yang lari dari tuannya sehingga dia kembali yaitu hamba sahaya yang lari dari tuannya sehingga dia kembali, wanita yang semalaman suaminya dalam keadaan marah kepadanya, dan imam suatu kaum, sedang mereka benci kepadanya." [HR. At-Tirmidzi 360, shahih].

Ada kisah yang dinukil dari Manshur, dia berkata: "Kami pernah bertanya tentang masalah imam. Maka ada yang menjawab, "Yang dimaksud hadits ini adalah imam yang zhalim. Sedangkan imam yang menegakkan Sunnah, maka dosanya kembali kepada orang-orang yang membencinya." 

19. Orang Muslim Mejauhi Saudaranya Sesama Muslim Tanpa Alasan Yang Dibenarkan Syariat.

Dari Abu Hurairah ra, seungguhnya Rasulullah saw bersabda: "Pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis, lalu setiap hamba yang tidak menyekutukan sesuatu dengan Allah akan diampuni, kecuali seseorang yang antara dirinya dan saudaranya terdapat permusuhan. Lalu dikatakan: 'Lihatlah dua orang ini hingga keduanya berdamai. Lihatlah dua orang ini hingga keduanya berdamai. Lihatlah dua orang ini hingga keduanya berdamai. Lihatlah dua orang ini hingga keduanya berdamai." [HR. Muslim 16/122, 123]. 

Oleh : Salim Al-Hilaly

Site search

    Categories

    Text Widget

    More Text